Musonnif (pengarang):
K.H. Muhammad Hasyim As`ari. Rois akbar jam`iah Nahdlotul
Ulama` dan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng Isi Kitab: Tentang apa itu as-sunnah
dan bid`ah. Masalah-masalah
esoterisme (seputar orang mati dan tanda-tanda hari kiamat), dan berisi
nasehat-nasehat.
Ikhtisar/deskripsi: Merupakan satu dari banyak kitab yang dikarang oleh pemimpin
besar Nahdlotul Ulama` dalam rangka menyelamatkan aqidah warga Nahdliyyin. Seperti kitab lainya qonun asasi, isi daripada kitab ini
merupakan ulasan lengkap tentang sunnah dan bid`ah —yang adalah inti diskursus
mengenai aswaja (perspektif pesantren), dengan pendekatan teks hadist. Misalnya,
hadist terkenal yang meramalkan pecahnya ummat Muhammad menjadi 73 golongan. Dalam
kitab ini K.H. Hasyim Asy`ari bermaksud meluruskan kesesatan pemahaman tentang
terma “sunnah” dan “bid`ah” yang banyak diserang dari segolongan orang yang mengaku
dirinya pembaharu (para revivalis). Dengan slogan-slogan TBC-nya (takhayaul,
bid`ah, k©hurafat) mereka meng`olok-olok aqidah ahlussunnah wal jama`ah dengan
mengatakan bahwa ziarah qubur, tahlil, baca yasin untuk orang mati, qondangan, adalah bagian dari kesesatan
(syirik) dan penyelewengan ubudiah yang tidak berdasar.
Dari keseluruhan isi kitab, mungkin yang harus diberikan
porsi pemahaman dengan sejelas-jelasnya adalah mengenai sunnah dan bid`ah,
terlebih setelah konsep as-sunnah dan bid`ah ini bersentuhan dengan tradisi
kebudayaan lokal jawa, sehingga mampu menjadi Islam yang khas Indonesia. Definisi
sunnah misalnya, pengarang kitab menerangkan sebagai berikut: Sunnah miturut
lughot berarti adalah jalan—meskipun sebuah jalan yang tidak diridloi. Sedangkan
menurut makna istilah adalah sebuah jalan—yang diridloi, yang ditempuhi oleh
rosulullah dan selain rosulullah (sahabat, tabi`in, salafus sholih) dalam
urusan agama. Sebagai catatan, maka harus dibedakan mana persoalan agama dan
mana bab tentang kebudayaan. Sebagaimana sabda nabi, “Pegang teguhlah sunnahku (baca: tradisi atau tingkah laku) dan
sunnah-sunnah para penggantiku yang telah menadapatkan petunjuk semuanya”. Lawan dari sunnah adalah bid`ah.
Adapun bid`ah adalah (dengan mengutip pendapat Syeikh Zaruq
dalam kitab `Iddatul Murid) memunculkan
atau meng`ada-adakan persoalan baru—yang tidak ada pada zaman rosulullah—dalam
urusan agama, kesanya persoalan tersebut adalah bagian daripada agama, padahal
tidak. Supaya lebih jelas, biasanya bid`ah dapat dibedakan menjadi bid`ah
hasanah dan bid`ah sayyiah. Lebih terinci lagi, Imam Ibnu Abdu as-Salam membagi
bi`ah menjadi lima: (1) Wajib, seperti belajar ilmu nahwu demi pemahaman atas
al-Qur`an, (2) sunnah, (3) haram, seperti madzhab Qodariah/jabbariah/Mujasamah,
(4) mandub, seperti mendirikan pondok/madrasah, (5) mubah, seperti salaman
setelah sholat.
Mbah Yai Hasyim As`ari membagi isi kitab dalam beberapa
fasl, terdapat sepuluh bab. Secara berurut sepuluh bab itu adalah: (1) tentang
sunnah dan bid`ah; (2) tentang pegangan muslimin penghuni jawa atas madzhab
ahlussunnah wal jama`aah, dan awal kemunculan bid`ah dan penyebaranya di tanah
jawa, dan ragam bid`ah yang ditemukan pada zaman sekarang; (3) tentang
garis-jalan salaf sholih, apa yang dimaksud dengan “as-sawad al-`a`dhom”, dan
pentingnya meneguhi salah satu dari empat madzhab; (4)tentang wajibnya taqlid
teruntuk orang yang belum mampu berijtihad; (5) tentang keharusan berhati-hati
dalam beragama dan mengambil ilmu, takut akan fitnah yang dibawa oleh ahli
bid`ah dan orang munafiq dan para imam sesat; (6) tentang teks hadist dan atsar
yang menerangkan tentang dihilangkanya ilmu dan turunya kebodohan, pengingat
dan pemberitahuan nabi S.A.W. atas perkara yang datang belakangan adalah jelek
dan bahwa ummatnya akan mengikuti perkara baru yang bid`ah dan mengikut hawa
nafsu, dan sesungguhnya agama hanya tertentu (seakan barang antic) untuk
sebagian orang; (7) tentang mengalirnya dosa atas orang yang mengajak kepada
kesesatan; (8) tentang perpecahan ummat Muhammad menjadi tujuh puluh tiga
golongan, penjelasan tentang golongan yang sesat, dan penjelasan tentang
golongan yang selamat yaitu ahlussunnah wal jama`ah; (9) tentang tanda-tanda
datangnya hari kiamat; (10) tentang teks hadist atas mendengarnya orang yang
sudah mati atas pembicaraan orang hidup, pengetahuan orang mati atas siapa yang
memandikanya, membawanya, dan yang menaruhnya di kubur, hidup dan kembalinya
ruh ke jasad.
Dari sepuluh fasl tersebut, bab nomor dua oleh musonnif dibahas secara berlebih. Dijelaskan: Pada awalnya kaum muslim di tanah
jawa adalah golongan yang satu, satu kata sepakat dalam pemikiran dan
bermadzhab, satu sepakat dalam mengambil dalil dan rujukan, untuk urusan fiqih
semua muslimin mengambil madzhabnya Imam Muhammad bid Idris, dalam persoalan
aqidah (usulul ad-din) mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy`ari, dan tasawwuf kepada
Imam Ghozali atau Imam Abu hasan as-Syadzili. Hanya belakangan kemudian banyak
bermunculan pemikiran baru.
Tahun 1330 hijriah adalah awal dari ditandainya periode
perpecahan itu, telah nampak golongan lain yang berbeda, perbedaan-perbedaan
pendapat, satu diantara yang lainya saling tarik menarik. Bahkan sampai berani
mengkufurkan dan mengolok dengan tuduhan sesat dan bid`ah. Sebagian golongan
itu terdapat orang-orang yang mengambil pemikiranya dari Muhammad bin Abdul
Wahab dan Rosyid Ridha, mengambil ‘bid`ah’nya Muhammad bid Abdul Wahab
an-Najdi, dan Ahmad Ibnu Taimiah dan dua
muridnya Ibnu Qoyyim dan Ibnu Abdul Hadi. Mereka semua merupakan orang-orang
yang mengharamkan perkara dimana para muslim (generasi awal) kebanyakan
menganggap sunnah perkara tersebut, seperti perihal ziarah qubur.
Dan masih banyak hal lain yang belum disampaikan dalam
ringkasan ini, yang dibahas oleh K.H Hasyim Asy`ari.
Sy. Ibnu Syihab.