Tuesday, February 5, 2013

Risalah Ahlussunnah wal Jama`ah

Musonnif (pengarang):
K.H. Muhammad Hasyim As`ari. Rois akbar jam`iah Nahdlotul Ulama` dan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng Isi Kitab: Tentang apa itu as-sunnah dan bid`ah. Masalah-masalah esoterisme (seputar orang mati dan tanda-tanda hari kiamat), dan berisi nasehat-nasehat.
Ikhtisar/deskripsi: Merupakan satu dari banyak kitab yang dikarang oleh pemimpin besar Nahdlotul Ulama` dalam rangka menyelamatkan aqidah  warga Nahdliyyin. Seperti kitab lainya qonun asasi, isi daripada kitab ini merupakan ulasan lengkap tentang sunnah dan bid`ah —yang adalah inti diskursus mengenai aswaja (perspektif pesantren), dengan pendekatan teks hadist. Misalnya, hadist terkenal yang meramalkan pecahnya ummat Muhammad menjadi 73 golongan. Dalam kitab ini K.H. Hasyim Asy`ari bermaksud meluruskan kesesatan pemahaman tentang terma “sunnah” dan “bid`ah” yang banyak diserang dari segolongan orang yang mengaku dirinya pembaharu (para revivalis). Dengan slogan-slogan TBC-nya (takhayaul, bid`ah, k©hurafat) mereka meng`olok-olok aqidah ahlussunnah wal jama`ah dengan mengatakan bahwa ziarah qubur, tahlil, baca yasin untuk orang mati, qondangan, adalah bagian dari kesesatan (syirik) dan penyelewengan ubudiah yang tidak berdasar.
Dari keseluruhan isi kitab, mungkin yang harus diberikan porsi pemahaman dengan sejelas-jelasnya adalah mengenai sunnah dan bid`ah, terlebih setelah konsep as-sunnah dan bid`ah ini bersentuhan dengan tradisi kebudayaan lokal jawa, sehingga mampu menjadi Islam yang khas Indonesia. Definisi sunnah misalnya, pengarang kitab menerangkan sebagai berikut: Sunnah miturut lughot berarti adalah jalan—meskipun sebuah jalan yang tidak diridloi. Sedangkan menurut makna istilah adalah sebuah jalan—yang diridloi, yang ditempuhi oleh rosulullah dan selain rosulullah (sahabat, tabi`in, salafus sholih) dalam urusan agama. Sebagai catatan, maka harus dibedakan mana persoalan agama dan mana bab tentang kebudayaan. Sebagaimana sabda nabi, “Pegang teguhlah sunnahku (baca: tradisi atau tingkah laku) dan sunnah-sunnah para penggantiku yang telah menadapatkan petunjuk semuanya”.  Lawan dari sunnah adalah bid`ah.
Adapun bid`ah adalah (dengan mengutip pendapat Syeikh Zaruq dalam kitab `Iddatul Murid)  memunculkan atau meng`ada-adakan persoalan baru—yang tidak ada pada zaman rosulullah—dalam urusan agama, kesanya persoalan tersebut adalah bagian daripada agama, padahal tidak. Supaya lebih jelas, biasanya bid`ah dapat dibedakan menjadi bid`ah hasanah dan bid`ah sayyiah. Lebih terinci lagi, Imam Ibnu Abdu as-Salam membagi bi`ah menjadi lima: (1) Wajib, seperti belajar ilmu nahwu demi pemahaman atas al-Qur`an, (2) sunnah, (3) haram, seperti madzhab Qodariah/jabbariah/Mujasamah, (4) mandub, seperti mendirikan pondok/madrasah, (5) mubah, seperti salaman setelah sholat.
Mbah Yai Hasyim As`ari membagi isi kitab dalam beberapa fasl, terdapat sepuluh bab. Secara berurut sepuluh bab itu adalah: (1) tentang sunnah dan bid`ah; (2) tentang pegangan muslimin penghuni jawa atas madzhab ahlussunnah wal jama`aah, dan awal kemunculan bid`ah dan penyebaranya di tanah jawa, dan ragam bid`ah yang ditemukan pada zaman sekarang; (3) tentang garis-jalan salaf sholih, apa yang dimaksud dengan “as-sawad al-`a`dhom”, dan pentingnya meneguhi salah satu dari empat madzhab; (4)tentang wajibnya taqlid teruntuk orang yang belum mampu berijtihad; (5) tentang keharusan berhati-hati dalam beragama dan mengambil ilmu, takut akan fitnah yang dibawa oleh ahli bid`ah dan orang munafiq dan para imam sesat; (6) tentang teks hadist dan atsar yang menerangkan tentang dihilangkanya ilmu dan turunya kebodohan, pengingat dan pemberitahuan nabi S.A.W. atas perkara yang datang belakangan adalah jelek dan bahwa ummatnya akan mengikuti perkara baru yang bid`ah dan mengikut hawa nafsu, dan sesungguhnya agama hanya tertentu (seakan barang antic) untuk sebagian orang; (7) tentang mengalirnya dosa atas orang yang mengajak kepada kesesatan; (8) tentang perpecahan ummat Muhammad menjadi tujuh puluh tiga golongan, penjelasan tentang golongan yang sesat, dan penjelasan tentang golongan yang selamat yaitu ahlussunnah wal jama`ah; (9) tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat; (10) tentang teks hadist atas mendengarnya orang yang sudah mati atas pembicaraan orang hidup, pengetahuan orang mati atas siapa yang memandikanya, membawanya, dan yang menaruhnya di kubur, hidup dan kembalinya ruh ke jasad.
Dari sepuluh fasl tersebut, bab nomor dua oleh musonnif dibahas secara berlebih.  Dijelaskan: Pada awalnya kaum muslim di tanah jawa adalah golongan yang satu, satu kata sepakat dalam pemikiran dan bermadzhab, satu sepakat dalam mengambil dalil dan rujukan, untuk urusan fiqih semua muslimin mengambil madzhabnya Imam Muhammad bid Idris, dalam persoalan aqidah (usulul ad-din) mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy`ari, dan tasawwuf kepada Imam Ghozali atau Imam Abu hasan as-Syadzili. Hanya belakangan kemudian banyak bermunculan pemikiran baru.
Tahun 1330 hijriah adalah awal dari ditandainya periode perpecahan itu, telah nampak golongan lain yang berbeda, perbedaan-perbedaan pendapat, satu diantara yang lainya saling tarik menarik. Bahkan sampai berani mengkufurkan dan mengolok dengan tuduhan sesat dan bid`ah. Sebagian golongan itu terdapat orang-orang yang mengambil pemikiranya dari Muhammad bin Abdul Wahab dan Rosyid Ridha, mengambil ‘bid`ah’nya Muhammad bid Abdul Wahab an-Najdi,  dan Ahmad Ibnu Taimiah dan dua muridnya Ibnu Qoyyim dan Ibnu Abdul Hadi. Mereka semua merupakan orang-orang yang mengharamkan perkara dimana para muslim (generasi awal) kebanyakan menganggap sunnah perkara tersebut, seperti perihal ziarah qubur.
Dan masih banyak hal lain yang belum disampaikan dalam ringkasan ini, yang dibahas oleh K.H Hasyim Asy`ari.
Sy. Ibnu Syihab.



No comments:

Post a Comment