Membincang ke-Islam-an di
negeri kita, merupakan sebuah hal lain dari pada yang lain (out of the box).
Pasalnya negara yang berdiri sejak tahun 1945 ini bukan negara yang menggunakan
landasan syariah dalam konstitusinya. Padahal jikalau melihat rasio dari jumlah
penduduk, Indonesia hampir 90 persennya adalah muslim. Sikap inilah yang
diambil oleh tim perumus Piagam Jakarta, diantaranya para Kiai NU yang
menunjukkan sikap moderat. Beliau-beliau menyadari betul bahwa lanskapnation-state negeri kita adalah bangsa yang majmuk,
berkeragaman budaya, suku dan agama. Diputuskanlah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. NU berpandangan, Islam tidak perlu diformalisasikan dalam bentuk
negara, namun cukup menjadi laku etik para pemeluknya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Mencontoh pada apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat berada di
kota Madinah, yang menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahan, dakwah
keagamaan dan pembangunan akhlaqulkarimah masyarakat. Proses dialog
harmonis antara agama dan realitas sosial akan mewujudkan tata masyarakat yang
saling menghargai dan damai. Strategi dakwah seperti ini yang dilakukan oleh
Walisongo, terjaga oleh pondok-pondok pesantren di bawah naungan para Kiai, dan
terserap di setiap jiwa penduduk muslim kita. Sehingga amat disayangkan apabila
hari ini ada yang mencoba mengusik keadaan tersebut. Kelompok yang mengaku melakukan
dakwah, namun menggunakan cara pemaksaan, kekerasan bahkan pelanggaran HAM.
Kita lihat saja FPI (Front Pembela Islam), MMI (Majlis Mujahidin Indonesia),
HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Laskar Jihad Ahlusunnah wal Jama’ah dan Salafi,
gerakan dakwah mereka sangat tidak mencerminkan wajah Islam yang rahmatanlil
‘alamiin. Gus Dur pernah berpesan bahwa “Kita butuh Islam Ramah, bukan
Islam Marah”. Yang lebih berbahaya lagi yaitu agenda politik mereka yang
sebenarnya ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam untuk mewujudkan
kembali Khilafah Islamiyyah di dunia. Padahal sejarah telah memcatat
tidak ada Negara Islam yang mampu langgeng dan bertahan melewati arus
modernisasi seperti saat ini.
Selain itu, belum lama ini ada kericuhan di negeri kita. Dimana bebrapa ORMAS Islam turun jalan menuntut mantan gubernur Jakarta karena perkataannya menyinggung hati umat Islam dengan mengutip salah satu ayat dalam pidatonya. Dengan dalih apa yang dikatan pak basuki ini mengatakan bahwa ayat Qur'an berbohong. Padahal beliau sudah klarifikasi dan minta maaf, namun masih dipermasalahkan hingga terjadi perdebatan yang panjang dan alot Sehingga Pak Basuki ditahan. Dengan momen PILKADA jakarta saat itu dan momen - momen panas beserta pemanfaatan. Mungkin ini yang disebut agama hanya alat politis. Sangat disayangkan jika agama Islam menjadi tidak lagi teduh dan mengayumi para umat. Ayat-ayat suci hanya sebagai kendaraan. Hati umat tergugah dan dimanfaatkan. Muncul aksi berjilid-jilid yang notabene tidak perlu dilakukan dan digencar-gencarkan. Membiarkan umat tergerus arus kebodohan. Mereka yang lalim merasa paling alim. Mengkafirkan sana - sini guna melegitimasi keimananya yang paling sempurrna. Membuat wajah umat Islam seperti senjata pembunuh bagi yang tidak sepaham.
Disinilah peran
kader muda Nahdlatul Ulama’, yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa
Indonesia (PMII) untuk berjuang dalam menjaga dan melestarikan apa yang telah
diajarkan oleh para pendahulunya. Internalisasi nilai dan ajaran Ahlusunnah wal
Jama’ah (disingkat Aswaja) wajib untuk dilakukan saat ini. Aswaja harus dipahami
secara kaffah, mulai dari aspek sejarah, landasan teologis, nilai dan
ajaran keseharian sampai pada upaya perwujudan peradaban umat muslim di masa
depan. Aswaja yang tidak hanya menjunjung toleransi, keseimbangan, moderat,
keadilan, namun juga merespon modernitas, demokrasi, persamaan gender, HAM,
pluralisme. Aswaja yang berupaya menjaga laku tradisional serta local widom di
lapisan masyarakatnya. Sebagai upaya strategis pengurus komisariat Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) STIT AL FATTAH yang bermaksud untuk mewujudkan
hal-hal diatas, kami memandang penting untuk melaksanakan “SEKOLAH ASWAJA”.
Sebuah forum kaderisasi non-formal untuk kader PMII yang disiapkan menghadapi
masa depan. Forum yang selain untuk menyambung jejaring intelektual muda NU di
kawasan Pantura Jawa, juga memperkaya wawasan dan militansi terahadap slogan
“NKRI Harga Mati”. Dan kali ini kami mengangkat tema “MEMPERKUAT NILAI ASWAJA GUNA
MENANGGULANGI BAHAYA FAHAM RADIKALISME DAN FAHAM INTOLERAN ” untuk memperteguh perjuangan
kemerdekaan Indonesia kami di Islam Nusantara ini.
next....akan ada ulasan materi yang akan disahre..jangan lupa untuk mengklik tombol mengikuti ya. Biar komisariat STITAF dalam bermedia dan memberikan informasinya semakin baik dan semoga memberikan kemafaatan bagi para pembaca sekalian...Salam takdzim kami...
By : santri pergerakan
No comments:
Post a Comment