Wednesday, October 15, 2014

Berkat rahmat Allah SWT, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berusaha menggali sumber nilai dan potensi insan warga pergerakan untuk dimodikfikasi didalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi dicitra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NPD PMII). Hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti, motivasi, wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan dan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.
Insaf dan sadar bahwa semua ini adalah keharusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal maupun bersama-sama.

I.          ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN

1.         Arti
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai keislaman dan keindonesiaan dengan kerangka pemahaman Ahlussunah Waljama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan yang meliputi cakupan akidah, syari'’h, dan akhlak dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup didunia dan diakhirat. Dalam usaha memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunah wal jama’ah sebagai manhaj alfkr untuk mendekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman agama.
2.         Fungsi
a.   Landasan Pijak
Bahwa NDP menjadi landasan pijak setiap gerak langkah dan kebijaksanaan yang harus dilakukan
b.   Landasan Berpikir
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan – persoalan yang dihadapi
c.   Sumber Motivasi
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung didalamnya.
3.         Kedudukan
a.   Rumusan nilai – nilai yag seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan  dan kegiatan PMII
b.   Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap dan berprilaku

II.         RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN

1.         Tauhid
Meng-Esa-kan Allah SWT dari segi sifat, dzat, dan perbuatannya merupakan nilai paling asasi dalam diri agama yang dibawa oleh para Rasul Allah. Keyakinan demikian mengandung makna, bahwa tidak ada kekuatan lain yang Maha Tinggi dan Maha Mutlak selain Allah SWT. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah dan memelihara alam semesta. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan mendorong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha menolong, Maha Bijaksana, Maha Adil, Maha Tunggal, Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujian dan penghambaan.
Dialah Allah tiada Tuhan selain Dia yang mengetahui barang yang ghaib dan yang nyata. Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hasr: 22).
Tauhid juga mengandung makna, bahwa manusia hidup di dunia ini adalah satu atau tunggal, karena proses kejadiannya diciptakan dari Dzat yang satu, yaitu Allah SWT. di samping itu manusia juga diciptakan dari “asal” yang satu, yaitu tanah.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah”. (QS. Al-Mukminun: 12).
 “…..Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya, karena Engkau ciptakan aku dari Api, sedangkan dia Engkau ciptakan dia dari tanah”. QS. Shaad: 38).
Pemikiran demikian harus membawa pada pemahaman, bahwa di dunia ini hakekatnya adalah sama, perbedaan itu hanya terletak pada simbolik-formal semata. Tidak ada yang lebih tinggi dan mulya derajatnya antara satu dengan yang lain. Karena sesungguhnya ukuran ketinggian dan kemulyaan manusia derajat bergantung pada kualitas hidup di dunia ini.
Pemahaman kepada Tauhid yang demikian membawa pada; Pertama, keyakinan seperti itu merupakan keyakinan yang berdimensi transendental dan humanis yang mengarahkan pada proses kesadaran hidup yang berkemanusian. Kedua, Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka, konsekwensinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus mampu melarutkan dan meneteskan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan serta tersosialisasikan merambah sekelilingya. Ketiga, Dalam memahami dan mewujudkannya, pergerakan telah memiliki ahlussunah waljama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.

2.         Hubungan Manusia dengan Allah
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia sebaik-baik kejadian dan menganugrahkan kedudukan terhormat kepada manusia dihadapan ciptaan-Nya yang lain.
“Sesungguhnya telah Aku Ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik”. (QS. Al-Thiin: 4).
"Dan sesengguhnya telah aku muliakan anak adam; aku tanggung mereka dalam darat dan laut; aku anugrahi mereka rizki yang bagus-bagus; dan aku telah mengutamakan mereka melebihi ciptaan-ciptaan-ku dengan sebenar-benarnya kemuliaan" (QS. Al-Isra’: 70).
Dalam proses penciptaan tersebut terdapat dua hal yang harus diemban oleh manusia di dunia ini.
Pertama, manusia sebagai hamba Allah yang harus tunduk atas segala bentuk ketentuan Allah yang disampaikan melalui Rasul-Nya. Sebagai “hamba” manusia tidak punya hak untuk mempertanyakan apalagi mengingkari titah Tuhan tersebut. Bagi manusia hanya punya kewajiban untuk menjalankannya. Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia menempati posisi sebagai ciptaan, dan Tuhan sebagai pencipta. Posisi ini memiliki konsekwensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh dengan segala totalitas kepada Allah SWT. Pengingkaran manusia dalam penghambaan diri kepada Allah akan mengakibatkan penghambaan diri pada hawa nafsunya.
“Dan tiadalah Aku ciptakan manusia dan Jin kecuali hanya untuk tunduk dan patuh”. (QS. Al-Dzariyat: 56).]
Kedua, manusia sebagai khalifah yang mengemban mandat yang diberikan Allah SWT kepadanya untuk mewujudkan kemakmuran hidup di muka bumi, bukan untuk menghancurkannya. 
Dan ketika Tuhan berkata kepada para malaikat : sesungguhnya Aku jadikan di muka bumi ini seorang kahlifah. Maka para malaikat bertanya : apakah Engkau menciptakan manusia itu justru akan terjadi keruskan dan pertumpahan darah ?, sedangkan kami selalu bertasbih kepada-Mu dan memuji-Mu, mensucikan-Mu. Allah berkata : sesungguhnya aku lebih tahu apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah: 30).
Kekuasaan yang diberikan kepada manusia iu bersifat kreatif yang memungkinkan dia mengola serta mendayagunakan segala sesuatu di bumi untuk kepentingan manusia. Sebagai wakil Tuhan, maka Tuhan mengajarkan kepada manusia kebenaran-kebenaran dalam segala ciptaan-Nya, dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum kebenaran yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa baru dalam alam kebudayaan. Sebagai khalifah manusia diberi wewenng berupa kebebasan atau kemerdekaan memilih dan menentukan, sehingga dengan kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan atau kemerdekaan manusia disebabkan karena kedudukannya untuk memimpin, sehingga pemimpin tidak tunduk kepada siapapun disekelilingnya, kecuali kepada yang memberi kepemimpinan. Karena itu, kebebasan atau kemerdekaan manusia sebagai khalifah harus bertumpu pada landasan tauhid, sehingga kebebasan yang dimilikinya tidak menjadikannya bertindak sewenang-wenang. Dengan kata lain, kebebasan manusia adaah kebebasan yang bertanggung jawab.
 “Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya. Dan kekafiran orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”. (QS. Fathir: 39).
Kedua kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allah. Di samping itu kedua kedudukan harus dijalani secara seimbang, lurus, dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan mengejawantahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas. Artinya pola dijalani dengan mengharapkan keridloan dari Allah. Sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan kepada proses menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti dan niat ikhtiar, akn muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketaqwaan dan tidak pernah pongah kepada Allah.
Dengan karunia Akal, manusia berpikir, merenungkan tentang ke-Mahakuasaan-Nya, yakni kemahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi ke-Maha-an-Nya itu. Sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah, yakni fitrah suci yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepada-Nya, berarti manusia tengah menjalani fungsi al-Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar-Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi al-Ghoniyyu. Demikian pula, dengan peran ke-Maha-an Allah yang lain, as-Salam, al-Mu’min, dan sebagainya.
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diupayakan. Karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks ditengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat. Sekalipun didalam diri manusia dikaruniai “kemerdekaan” sebagai essensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata-mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Semua alam semesta selalu tunduk pada sunnah-Nya, pada keharusan universal atau taqdir. Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha (ikhtiar) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi muslim atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin. Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil jerih payah dan karyanya. Keterbatasan-keterbatasan manusia harus untuk disadari. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona’ah (menerima) karena  disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal kepada-Nya.

3.         Hubungan Manusia dengan Manusia
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruh-Nya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa manusia berkedudukan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah. Kesadaran moral dan keberaniannya untuk memikul tanggung jawab dan amanat dari Allah yang disertai dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya. Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan lainnya. Sebagai warga dunia, manusia harus berjuang dan menunjukkan peran yang dicita-citakan.
Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya, kecuali ketaqwaanya.
Wahai manusia, sesungguhnya telah Aku ciptakan engkau dari laki-laki dan perempuan, dan telah Aku jadikan engkau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku hanyalah untuk saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang berqtawa. (QS.  Al-Hujurat: 13)
Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya, tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerja sama, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan potensinya untuk menanggap terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian, maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian dirubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai, sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedangkan budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan adanya upaya bergerak secara dinamik dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya kejadian dan makna kehadirannya didunia.
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam berhubungan dengan Allah. Manusia dan alam selaras dengan perkembangan kehidupan dan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus menegakkan iman, taqwa, dan amal sholeh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat didunia. Didalam kehidupan dunia itu, sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing, bersederajat, berlaku adil, dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk itu diperlukan usaha bersama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi, dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus menerus dilakukan sepanjang sejarah.
Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerjasama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama yakni hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan.
Sedangkan hubungan antara muslim dan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerjasama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia. (QS. Al-Baqarah: 213) kana al-nasu ummatan wahidan, fa ba’atsa allahu al-nabiyyina mubasysyirina wa mundzirina, wa anzala ma’ahum al-kitaba bi al-haqqi li yahkuma bayna al-nasi fi ma ikhtalafu fihi, wa ma ikhtalafa fihi illa al-ladzina utuhu min ba’di ma ja’at hum al-bayyinatu baghyan baynahum, fa hada allahu al-ladzina amanu lima ikhtalafu fihi min al-haqqi bi idznih, wa allahu yahdi man yasaya’u ila shirotin mustaqimin.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama islam, persaudaraan sesama warga negara dan persaudaraan sesama ummat manusia. Perilaku persaudaraan ini, harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan sekitarnya.
   
4.         Hubungan Manusia dengan Alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat, dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia, dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam  pengahambaan terhadap alam, bukan penghambaan terhadap Allah. Allah mendudukan manusia sebagai khalifah. Sudah sepantasnya  manusia menjadikan bumi sebagai wahana dan obyek bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya.
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan didunia dan diarahkan kepada kebaikan di akherat. Disini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransedentasikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akherat adalah masa depan eskatologis yang tidak terelakan. Kehidupan akherat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar  fungsional dan beramal sholeh.
Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam,mamakmurkan bumi, dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya  juga harus berkesesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara itu dilakukan dengan mencukupi kebutuhkan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin  kebutuhan manusia terhadap pekerjaan, nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran  bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerjasama, tolong menolong dan tenggang rasa. Tapi tidak jarang manusia dalam memanfaatkan alam itu secara berlebih-lebihan, sehingga yang terjadi adalah kerusakan dengan memakan korban kemanusiaan dan alam itu sendiri.
 “Telah nyata kerusakan di darat dan laut  ini, karena disebabkan oleh ulah tangan manusia. Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus”. (QS. Al-Rum: 41).
 “…..dan berbuat baiklah baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (QS. Al-Qasas: 77).
Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan dan hukum tersendiri. Alam perlu didayagunakan  dengan tidak mengesampikan aspek pelestariannya.
Sumber pengetahuan adalah Allah. Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaan-Nya. Untuk mengetahui dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif  berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihat yang utuh terhadap ayat-ayat Allah. Pengembangan pemahaman tersebut pada akhirnya tersistematis dalam ilmu pengetahuan yang menghasilkan teknologi. Iptek itu merupakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Iptek juga menunjuk pada kebaharuan manusia yang terus  berubah. Penciptaan,  pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia mengingkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama, usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan kedamaian.
Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapar menempatkan diri pada derajat yang tinggi.

ANALISA DIRI

Setiap manusia pada hakikatnya adalah pribadi yang unik dan memiliki potensi diri yang berbeda-beda. Dan hidup akan menjadi meaning full ketika dengan segala potensi yang ada dapat diejawantahkan dalam realitas kediriannya dan eksistensinya sebagai manusia. Bila Freud manyatakan bahwa kehidupan hanyalah pertarungan antara kesadaran dan ketidaksadaran makna yang patut dipertanyakan adalah dimanakah kita saat ini? Salah satu krisis terparah serta mengkhawatirkan saat ini adalah krisis konsep kedirian. Dan barang kali yang patut kita renuingkan pernyataan seorang Isa bahwa diri yang tercurahkan adalah diri yang dalam percepatan waktu tyerkecil selalu sadar akan diri dan sekitarnya. Hal yang penting kemudian adalah hidup manusiasesungguhnya bukan sekedarnya saja tetapi perlu kita yakini bahwa hidup sebagai sesuatu yang meaning full.


Tuesday, February 5, 2013

Musonnif (pengarang):
K.H. Muhammad Hasyim As`ari. Rois akbar jam`iah Nahdlotul Ulama` dan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng Isi Kitab: Tentang apa itu as-sunnah dan bid`ah. Masalah-masalah esoterisme (seputar orang mati dan tanda-tanda hari kiamat), dan berisi nasehat-nasehat.
Ikhtisar/deskripsi: Merupakan satu dari banyak kitab yang dikarang oleh pemimpin besar Nahdlotul Ulama` dalam rangka menyelamatkan aqidah  warga Nahdliyyin. Seperti kitab lainya qonun asasi, isi daripada kitab ini merupakan ulasan lengkap tentang sunnah dan bid`ah —yang adalah inti diskursus mengenai aswaja (perspektif pesantren), dengan pendekatan teks hadist. Misalnya, hadist terkenal yang meramalkan pecahnya ummat Muhammad menjadi 73 golongan. Dalam kitab ini K.H. Hasyim Asy`ari bermaksud meluruskan kesesatan pemahaman tentang terma “sunnah” dan “bid`ah” yang banyak diserang dari segolongan orang yang mengaku dirinya pembaharu (para revivalis). Dengan slogan-slogan TBC-nya (takhayaul, bid`ah, k©hurafat) mereka meng`olok-olok aqidah ahlussunnah wal jama`ah dengan mengatakan bahwa ziarah qubur, tahlil, baca yasin untuk orang mati, qondangan, adalah bagian dari kesesatan (syirik) dan penyelewengan ubudiah yang tidak berdasar.
Dari keseluruhan isi kitab, mungkin yang harus diberikan porsi pemahaman dengan sejelas-jelasnya adalah mengenai sunnah dan bid`ah, terlebih setelah konsep as-sunnah dan bid`ah ini bersentuhan dengan tradisi kebudayaan lokal jawa, sehingga mampu menjadi Islam yang khas Indonesia. Definisi sunnah misalnya, pengarang kitab menerangkan sebagai berikut: Sunnah miturut lughot berarti adalah jalan—meskipun sebuah jalan yang tidak diridloi. Sedangkan menurut makna istilah adalah sebuah jalan—yang diridloi, yang ditempuhi oleh rosulullah dan selain rosulullah (sahabat, tabi`in, salafus sholih) dalam urusan agama. Sebagai catatan, maka harus dibedakan mana persoalan agama dan mana bab tentang kebudayaan. Sebagaimana sabda nabi, “Pegang teguhlah sunnahku (baca: tradisi atau tingkah laku) dan sunnah-sunnah para penggantiku yang telah menadapatkan petunjuk semuanya”.  Lawan dari sunnah adalah bid`ah.
Adapun bid`ah adalah (dengan mengutip pendapat Syeikh Zaruq dalam kitab `Iddatul Murid)  memunculkan atau meng`ada-adakan persoalan baru—yang tidak ada pada zaman rosulullah—dalam urusan agama, kesanya persoalan tersebut adalah bagian daripada agama, padahal tidak. Supaya lebih jelas, biasanya bid`ah dapat dibedakan menjadi bid`ah hasanah dan bid`ah sayyiah. Lebih terinci lagi, Imam Ibnu Abdu as-Salam membagi bi`ah menjadi lima: (1) Wajib, seperti belajar ilmu nahwu demi pemahaman atas al-Qur`an, (2) sunnah, (3) haram, seperti madzhab Qodariah/jabbariah/Mujasamah, (4) mandub, seperti mendirikan pondok/madrasah, (5) mubah, seperti salaman setelah sholat.
Mbah Yai Hasyim As`ari membagi isi kitab dalam beberapa fasl, terdapat sepuluh bab. Secara berurut sepuluh bab itu adalah: (1) tentang sunnah dan bid`ah; (2) tentang pegangan muslimin penghuni jawa atas madzhab ahlussunnah wal jama`aah, dan awal kemunculan bid`ah dan penyebaranya di tanah jawa, dan ragam bid`ah yang ditemukan pada zaman sekarang; (3) tentang garis-jalan salaf sholih, apa yang dimaksud dengan “as-sawad al-`a`dhom”, dan pentingnya meneguhi salah satu dari empat madzhab; (4)tentang wajibnya taqlid teruntuk orang yang belum mampu berijtihad; (5) tentang keharusan berhati-hati dalam beragama dan mengambil ilmu, takut akan fitnah yang dibawa oleh ahli bid`ah dan orang munafiq dan para imam sesat; (6) tentang teks hadist dan atsar yang menerangkan tentang dihilangkanya ilmu dan turunya kebodohan, pengingat dan pemberitahuan nabi S.A.W. atas perkara yang datang belakangan adalah jelek dan bahwa ummatnya akan mengikuti perkara baru yang bid`ah dan mengikut hawa nafsu, dan sesungguhnya agama hanya tertentu (seakan barang antic) untuk sebagian orang; (7) tentang mengalirnya dosa atas orang yang mengajak kepada kesesatan; (8) tentang perpecahan ummat Muhammad menjadi tujuh puluh tiga golongan, penjelasan tentang golongan yang sesat, dan penjelasan tentang golongan yang selamat yaitu ahlussunnah wal jama`ah; (9) tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat; (10) tentang teks hadist atas mendengarnya orang yang sudah mati atas pembicaraan orang hidup, pengetahuan orang mati atas siapa yang memandikanya, membawanya, dan yang menaruhnya di kubur, hidup dan kembalinya ruh ke jasad.
Dari sepuluh fasl tersebut, bab nomor dua oleh musonnif dibahas secara berlebih.  Dijelaskan: Pada awalnya kaum muslim di tanah jawa adalah golongan yang satu, satu kata sepakat dalam pemikiran dan bermadzhab, satu sepakat dalam mengambil dalil dan rujukan, untuk urusan fiqih semua muslimin mengambil madzhabnya Imam Muhammad bid Idris, dalam persoalan aqidah (usulul ad-din) mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy`ari, dan tasawwuf kepada Imam Ghozali atau Imam Abu hasan as-Syadzili. Hanya belakangan kemudian banyak bermunculan pemikiran baru.
Tahun 1330 hijriah adalah awal dari ditandainya periode perpecahan itu, telah nampak golongan lain yang berbeda, perbedaan-perbedaan pendapat, satu diantara yang lainya saling tarik menarik. Bahkan sampai berani mengkufurkan dan mengolok dengan tuduhan sesat dan bid`ah. Sebagian golongan itu terdapat orang-orang yang mengambil pemikiranya dari Muhammad bin Abdul Wahab dan Rosyid Ridha, mengambil ‘bid`ah’nya Muhammad bid Abdul Wahab an-Najdi,  dan Ahmad Ibnu Taimiah dan dua muridnya Ibnu Qoyyim dan Ibnu Abdul Hadi. Mereka semua merupakan orang-orang yang mengharamkan perkara dimana para muslim (generasi awal) kebanyakan menganggap sunnah perkara tersebut, seperti perihal ziarah qubur.
Dan masih banyak hal lain yang belum disampaikan dalam ringkasan ini, yang dibahas oleh K.H Hasyim Asy`ari.
Sy. Ibnu Syihab.



Monday, January 28, 2013

Dalam kajian kali ini,pembahasannya mengenai SPO(strategi Pengembangan Organisasi) yang menjadi  obyek pembahasannya adalah organisasi intra kampus yang ada di stitaf yaitu DEMA,di mulai dari sejarah singkatnya,bahwa nama DEMA tidak begitu saja muncul karena pada tahun 2005-2006 nama organisasi di kampus stitaf itu masih menggunakan nama SEMA dan nama DEMA itu sendiri muncul pada tahun 2006-2007 hingga sampai saat ini dan pada saat itu masa kepemimpinan kakak abid yang saat ini menjadi nara sumber pada pelatihan leadership pada kesempatan kali ini.Adapun kenapa pergantian nama itu di lakukan??dari kak abid sendiri menjabarkan secara singkat dan lugas bahwa SEMA itu merupakan system kuno di tambah juga pada saat itu mahasiswa yang ada di stitaf berparadigma layaknya seorang siswa yang mana gerak-gerik dari dosen tidak ada tentangan sedikitpun dari mahasiswa,padahal seorang mahasiswa seharusnya sudah mempunyai pendirian sendiri dalam menerima sebuah kebijakan bukan hanya di atur oleh kebijakan orang lain seperti saat masih sekolah jadi beliau punya inisiatif untuk meruntuhkan paradigm seperti itu dengan memeperbarui system baru dalam organisasi intra kampus stitaf yaitu dengan mengganti namanya dengan DEMA,jadi secara garis besar beliau merupakan pendiri dan presiden pertama dalam kerajaan DEMA yang hingga saat ini tongkat estafet kepemimpinan di pegang oleh sahabat shoim asyhari.semoga apa yang di harapkan dari kak abid bisa terus berlanjut dan di pertahankan oleh pemimpin-pemimpin DEMA saat ini dan di masa mendatang..amin
Saya hanya akan meringkas apa yang saya baca saat pelatihan hari ini,kata pertama yang keluar  dari kak abid seperti ini:perpustakaan??kualitas dosen??pertanyaan yang menjadi dasar paradigma dalam mengembangkan intelektual seorang maasiswa.jadi bisa di tarik kesimpulan dari dua factor itu bisa di katakana menjadi kualitas seorang mahasiswa yang ada di kampus,di mulai dari perpustakaan.sudahkah tempat refrensi itu bisa memenuhi kebutuhan para mahasiswa yang benar-benar terbentuknya karakter dan daya kritisnya di saat dia membaca.di lanjutkan dari kualitas dosen??akankah sudah mumpuni menjadi pengajar serta pembimbing bagi para pemuda yang memiliki tongkat bangsa di ketua tangannya.saya kira inilah sedikit problem yang ada dalam kampus stitaf.
Setelah problem di atas harusnya menjadi acuan para mahasiswa untuk menalar kebijakan-kebijakan yang ada di kampus khususnya untuk kinerja para pengurus DEMA yang mana dari kritikan beliau DEMA itu seakan-akan berada dalam bayang-bayang ketua 3 dengan kebutuhan dema butuh dengan ketua 3 bukan ketua 3 yang membutuhkan DEMA seperti halnya mahasiswa yang kurang akan prinsip dengan seorang mahasiswa seakan-akan membutuhkan kampus bukan kampusnya yang membutuhkan kita sebagai mahasiswa.Bisa di buka sedikit untuk menalarnya.Sekarang UKM yang di hapus pada 2006 tapi karena alasan dari dosen,UKM malah di gunakan kembali adapun alasannya seperti ini:1.untuk mengetaui nilai padahal subtansi yang ada pada UKM itu sama pada UAS ataupun UTS dengan pola yang sama yaitu dari pembayaran.dengan kata lain subtansi itu bertumpu pada kenyataan subtansi keutungan yang di dapat dari pembayaran padahal apa yang ada susgguhlah kurang,mulai dari fasilitas kita masih minim,dosen kurang berkualitas,DLL.
Bisa di ambil contoh,Pada zamannya kak abid soal penolakan UKM,beliai menggerakan semua smester untuk mogok karena di rasa UKM hanya membuang uang tanpa kualitas ataupun kuantitaf kampus yang memadai.di sinilah kita sebagai DEMA harus lebih bisa menganalisa keadaan kampus yang real dan benar-benar real.jadi perkembangan ini di mulai dengan dalam kampus lewat kebijakan-kebijakan yang dengan alimnya kita terima,khususnya bisa dengan menganalisa badget.
STITAF itu butuh mahasiswa bukan malah sebaliknya,pradigma ini yang harus di pegang teguh dan menyebar pada mahasiswa-mahasiwa lain,lah anjuran dari beliau harus belajar dari kampus lain sebelum membahas perkembangan organisasi dari luar kalau dari dalam dulu..organisasi stitaf untuk mengembangkannya lewat organisasi dari wilayah sekaran,maduran,atau sekitarnya dengan cara mengembangkan informasi dengan organisasi-organisasi sekitar daerah stifaf ini jika ingin bisa di kenal luas dan kalaupun mau di kenal di kalangan dosen lewat 2 model yaitu baiklah dengan sebaik-baiknya dan sebaliknya dengan artian jangan takut dengan resiko apa yang akan di berikan dosen terhadap sikap yang akan kita ambil karena haruslah paradigm itu di rubah dari kampus yang membutuhkan kita(mahasiswa).contohnya menggerakan dari 50 anak untuk merubah system di kampus yang sangatlah minim dan menjadi mahasiswa yang sesungguhnya dan dema yang benar-benar menjadi badan elit di dalam kampus stitaf.
“bukalah dialetika kita yang tidak hanya berada dan angkrem di kampus sendiri saja”inilah yang sangat di harapkan oleh kak abid.
Di kampus ada PMII,lah jaringan sangatlah perlu dengan berkomunikasi dengan organisasi lain.karena pada akhirnya semua ini benar-benar sangat di perlukan untuk mengembangkan sayap kita agar tidak bingung saat kita membutuhkan pada waktu nanti untuk masuk dalam sebuah lembaga dan dema pun seperti itu karena untuk melebarkan sayap.dari beliau dengan banyak jaringan akan memperkaya kazanah akal fikir(logika) dan membanyak kesempatan serta peluang sedangkan dari agama itu mempererat tali silaturrahmi antar umat.
Support boking jaringan,dengan membangun informasi dari sekitar wilayah terus melebar dan seterusnya.tapi problem kita sekarang ini itu MALESSSS !!!!
PERTANYAAN
1.Bagaimana untuk menggairahkan mahasiswa untuk mengikuti kegiatan dalam atau luar kampus?

a.situasi dan kondisi,dengan apa yang di harapkan teman2 dengan sebuah pencapaian(kerepe arek2 opo?)dengan pemetaan yang di buat seorang presma untuk turun ke per semester
b.mendesain untuk merangsang dari apa yang di harapkan para maasiswa
c.hingga bisa merubah paradigm para mahasiswa yang cupu atau tidak memperdulikan tentang      paradigm mahasiswa sesungguhnya
Dengan intinya pengurus DEMA haruslah kreatif !membaca setiap poin di atas untuk menarik mahasiswa pada jalur intelektual seorang mahasiswa yang kritis yang tercanangkan dalam visi misi presma dan sekjen sekarang ini.dari awal sederhana tapi menjadi mesin inti yang menggerakkan perangkat-perangkat lain dari maasiswa 1 menjadi virus untuk mahasiswa lain.kembali lagi dimana paradigma kampus yang di butuhkan mahasiswa dari mahasiswa yang di butuhkan kampus.
2.Apakah cita-cita kita?
                Apapun itu,kita harus focus pada apa yang kita inginkan dan juga kita akan lebih mudah mendapatkan cita-cita itu,bisa kita memulai dengan membuat planning-planing untuk mempersiapkan sebua cita-cita.
                Mungkin hanya ini yang saya serap dari beliau saat menerangkan tentang SPO(strategi Pengenmbangan Organisasi).atas saran dan kritikannya saya harapkan serta semoga bermanfaat.

By : Ainul Abid

Saturday, January 19, 2013


Pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi pergerakan mahasiswa islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang beridiologi ahlussunnah wal jamaah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII.
1.       Carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2.       Tidak menentunya system pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3.       Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang bergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang notabene HMI adalah undebouwnya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektua-intekektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahasiswa yang berkultur NU. Disarming itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berediologi ahlussunnah wal jamaah.
Proses berdirinya
                Proses kelahiran PMII terkait  dengan perjalanan Ikatan elajar Nahdlatul Ulama (INPU), yang lahir  pada 24 februari 1954, dan bertujuan untuk mewadahi dan mendidik kader-kader NU demi meneruskan perjuangan NU namun dengan pertimbangan aspek psikologis dan intelektualitas. Para mahasiswa NU menginginkan sebuah wadah tersendiri. Sehingga berdirilah ikatan mahasiswa Nahdhatul Ulama (IMANU) pada desember 1955 di Jakarta, yang diprakarsai oleh beberaa pimpinan pusat IPNU, diantaranya Tolchah Mansur, Ismail Maky, dll.
                Namun akhirnya IMANU tidak berumur panjang, karena PBNU tidak mengakui keberadaannya. Hal itu cukup beralasan mengingat pada saat itu baru saja dibentuk IPNU pada tanggal 24 Februari 1954,apa jadinya kalu bayi yang baru lahir belum mampu merangkak dengan baik sudah menyusul bayi baru yang minta diurus dan dirawat dengan baik lagi.
                Dibubarkannya IMANU tidak membuat semangat mahasiswa NU menjadi luntur, akan tetapi semakin mengobarkan semangat untuk memperjuangkanerebon 27-31 Desember 1958,  diambilah langkah komromi oleh BNU dengan mendirikian Deartemen Perguruan Tinggi IPNU untuk menampung aspirasi Mahasiswa NU namun setelah disadari bahwa departemen tersebut tidak efektif, serta tidak cukup kuat menampung aspirasi mahasiswa NU (Sepak terjang kebijakan masih harus terikat denga structural PP IPNU), akhirnya pada konverensi besar IPNU 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Jogjakarta, melahirkan keputusan “perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa secara khusus bagi mahasiswa Nahdliyin”. Dibentuk panitia yang terdiri dari 13 orang dengan waktu 1 bulan dan tempatnya di Surabaya gedung Madrasah Mualimin Wonokromo Surabaya (YPP Khadijah sekarang /secretariat PC PMII Surabaya sekarang) pada tanggal 14-16 April 1960. Ke-13 orang tersebut adalah:
1.       Cholid Mawardi (Jakarta)                              8. Hilman (bandung)
2.       Said Budairi (Jakarta)                                      9. Laily Mansur (surakarta)
3.       M sobich ubaid (jakarta)                               10. Munsif Nahrawi (yogyakarta)
4.       M makmun syukri BA (bandung)                               11. Nuril Huda Suaidy (surakarta)
5.       H ismail makky (Yogyakarta)                        12. M Cholid Narbuko (malang)
6.       Abd wahab jailani (semarang)                    13. Ahmad Husain (makasar)
7.       Hisbullah huda (surabaya)  

Sebelum melakukan musyawarah mahasiswa nahdliyin 3dari 13 orang tersebut (yaitu Hisbullah huda, Said Budairy, dan M Makmun Syukri BA) tanggal 19 maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap ketua tadfidziah PBNU, KH. Dr. Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pedoman pokok. Pada pertemuan dengan PBNU  pada tanggal 24 maret 1960 ketua PBNU menekankan hendaknya organisasi yang akan di bentuk itu benar-benar dapat di andalkan sebagai kader partai NU dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk di amalkan bagi kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu.
Adapun musyawarah di kaliurang tersebut akhirnya menghasilkan keputusan :
1.       Berdirinya organisasi Nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama ergerakan Mhasiswa Islam Indonesia.
2.       Penyusunan peraturan dasar PMII yang dalam mukodimahnya jelas dinyatakan bahwa PMII merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi  IPNU-IPPNU.
3.       Persidangan dalam musyawaroh Mahasiswa Nahdliyin itu dimulai tanggal 14-16 April 1960, sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai  21 syawal 1379 H atau bertepatan pada tanggal 17 April 1960 sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 Aril 1960.
4.       Memutuskan membentuk  tiga orang formatur yaitu Haji Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A Cholid Mawardi sebagai ketua 1, dan M Said Budairy sebagai sekretaris umum PB PMII, susuna pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960.
Sejarah perkembangan
Orda lama (1960-1965)
                Dalam waktu yang relatif singkat, PMII mampu berkembang pesat sampai berhasil mendirikan 13 cabang yang terbesar di berbagai pelosok indonesia karena pengaruh besar NU. Dalam perkembangannya PMII juga terlibat aktiv, baik dalam pergulatan po;otik serta dinamika perkembangan kehidupan mahasiswa dan keagamaan di indonesia (1960-1965).
                Pada 16 Desember 1960 PMII masuk dalam PPMI dan mengikuti kongre IV PPMI (5 Juli 1961) di yogyakarta sebagai pertama kalinya PMII mengikuti kongres federasi organisasi ekstra universitas. Peran PMII tidak terbatas dida;am negri saja, tetapi juga terlibat dalam perkembangan duniainternasional. Terbukti pada bulan september 1960, PMII ikut berperan dalam konferensi Panitia Forum Pemuda Sedunia (Konstituen Meeting of Youth Forum) di Moscow, Uni Soviet. Tahun 1962 menghadiri seminar World Assembly of Youth (WAY) di kuala Lumpur, Malaysia Festifal Pemuda Sedunia di Helsinki, irlandia dan seminar General Unionof Palestina Student (GUPS) di kairo Mesir.
                Di dalam negri, PMII melibatkan diri terhadap persoalan politik dan kenegaraan, terbukti pada tanggal 25 Oktober 1965, berawal dari undangan Mentri Perguruan Tinggi Syarif Thoyyib kepada berbagai aktifis mahasiswa untuk membicarakan situasi nasional saat itu, sehingga dalam ujung pertemuan disepakati terbentuknya KAMI (kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang terdiri dari PMII, HMI, dan GERMAHI yang dimaksudkan untuk menggalang kekuatan mahasiswa indonesia dalam melawan rongrongan dan meluruskan penyelawengan yang terjadi. Sahabat Zamroni sebagai wakil dari PMII dipercaya sebagai ketua Presidium, dengan keberadaan tokoh PMII diposisi strategis menjadi bukti diakuinya komitmen dan kapabilitas PMII untuk semakin  pro aktif dalam menggelorakan semangat juang demi kemajuan dan kejayaan indonesia.
                Usaha konkrit dari KAMI yaitu mengajukan TRITURA dikarenakan persoalan tersebut yang paling dominan menentukan arah perjalanan bangsa indonesia. Puncak aksi yang dilakukan KAMI adalah penumbangan Rezim Orde lama yang kemudian melahirkan Orde baru.
Orde Baru (1965-1998)
                Pmii tetap melakukan gerakan-gerakan moral terhadap kasus dan penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa sejak orde baru
                Harus diakui bahwa sejarah paling besar dalam PMII adalah ketika digunakan oleh independensi dalam deklarasi Mumajati, 14 Juli 1972  dalam MUBES III tersebut dilakukan rekonstruksi perjalanan PMII selama 12 tahun analisa untung rugi ketika PMII tetap bergabung (dependen) pada induknya (NU), namun setelah itu pertimbangan tidak jauh dari proses pendewsaan. PMII sebagai organisasi kepemudaan ingin lebih eksis di mata bangsanya. Hal ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi independensi PMII tersebut:
·         Butir pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan indonesia yang bebbudi luhur, takwa kepada Allah, berilmu dan bertanggung jawab, serta cakapdalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.
·         Butir kedua, PMII sebagai organisasi Pemuda Indonesia, sadar akan peranannya untuk ikut bertanggung jawabbagi keberhasilan bangsa untuk dinikmati oleh rakyat.
·         Butir ketiga, PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idialisme sesuai denga idialisme Tawang Mangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, sikap keterbukaan dan pembinaan ras dan tanggung jawab.
                Berdasarkan pertimbangan tersebut, PMII menyatakan diri sebagai organisasi independen, tidak terikat baik sikap maupun tindakan dengan siapapun, dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila.
                Sampai disini belum dijumpai adanya motif lain dari independensi itu kecuali proses pendewasaan. Hal ini didukung oleh manifesto butir terahir yang ,menyatakan bahwa dengan independensi PMII tersedia adanya kemungkinan-kemungkinan alternatif yang lebih lengkap lagi bagi cita-cita perjuangan organisasi yang berdasarkan islam yang Ahlussunnah wal Jamaah.