27 - 29 Nopember 2015, PK. PMII STITAF telah melaksanakan agenda tahuan dalam ranah roda organisasi yang harus terus berputar dengan menerima mahasiswa baru atau lama di kampus STITAF untuk menjadi nggota baru dan keluarga baru di komisariat PMII STITAF, yang mana kegiatan itu di sebut MAPABA (masa peneimaan anggota baru). fase awal bagi para mahasiswa yang ingin berproses di PMII. inilah start bagi para sahabat baru kita dalam melakukan pergerakan sebagai seorang mahasiswa. jika membahas MAPABA, penulis akan sangat singkat menjelaskan dan terlalu dangkal untuk memahami PMII karena proses awal tidak akan berarti apa-apa bagi para sahabat yang kemungkinan baru menyentuh dataran level pemula dalam ber PMII. Proses masih panjang jangan kau sia siakan hanya dengan berlandaskan pengalaman.....
Tulisan singkat ini awal dan akan ada sambungannya di lain waktu..see youu
Wednesday, December 9, 2015
Saturday, April 18, 2015
tiada perjuangan yang tak berarti
dan tiada air mata tak terurai
ketika kebenaran memudar
dan penindasan melontar
tiada kasih yang kan terputus
dan tiada tangan saling melepas
ketika orang mulai tak peduli
tentang nasib bangsa yang kan mati
kini usiamu tak lagi muda
banyak yang sudah di pertruhkan
demi sebuah kebenaran
dan tali kasih yang tereratkan
55 tahun sudah dirimu
55 tahun pula kau sudah mengabdi
demi segala hal yang berarti
sujud akan bangsamu takkan pernah berhenti
kami sang penegakmu
kami yang kan menjagamu
karena mereka telah menanamkan
sebuah arti akan pergerakan
"happy aniversary for PMII"
Wednesday, October 15, 2014
Berkat rahmat Allah SWT,
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berusaha menggali sumber nilai dan
potensi insan warga pergerakan untuk dimodikfikasi didalam tatanan nilai baku
yang kemudian menjadi dicitra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NPD
PMII). Hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti, motivasi, wawasan
pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan
dan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud
didirikannya organisasi ini.
Insaf dan sadar bahwa
semua ini adalah keharusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk
memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal
maupun bersama-sama.
I. ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
1.
Arti
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini
adalah suatu sublimasi nilai keislaman dan keindonesiaan dengan kerangka
pemahaman Ahlussunah Waljama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah,
mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan
pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan yang
meliputi cakupan akidah, syari'’h, dan akhlak dalam upaya memperoleh
kesejahteraan hidup didunia dan diakhirat. Dalam usaha memahami, menghayati dan
mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunah wal jama’ah sebagai
manhaj alfkr untuk mendekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman agama.
2.
Fungsi
a.
Landasan
Pijak
Bahwa
NDP menjadi landasan pijak setiap gerak langkah dan kebijaksanaan yang harus
dilakukan
b.
Landasan
Berpikir
Bahwa NDP menjadi landasan
pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan – persoalan yang dihadapi
c.
Sumber
Motivasi
Bahwa NDP menjadi pendorong
kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung
didalamnya.
3.
Kedudukan
a.
Rumusan
nilai – nilai yag seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII
b.
Landasan
dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap dan berprilaku
II. RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN
1.
Tauhid
Meng-Esa-kan Allah SWT dari segi sifat, dzat,
dan perbuatannya merupakan nilai paling asasi dalam diri agama yang dibawa oleh
para Rasul Allah. Keyakinan demikian mengandung makna, bahwa tidak ada kekuatan
lain yang Maha Tinggi dan Maha Mutlak selain Allah SWT. Allah adalah dzat yang
fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah dan memelihara alam
semesta. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan mendorong manusia.
Allah Maha Mengetahui, Maha menolong, Maha Bijaksana, Maha Adil, Maha Tunggal,
Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujian dan penghambaan.
“Dialah Allah tiada Tuhan selain Dia yang mengetahui
barang yang ghaib dan yang nyata. Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (QS.
Al-Hasr: 22).
Tauhid juga mengandung makna, bahwa
manusia hidup di dunia ini adalah satu atau tunggal, karena proses kejadiannya
diciptakan dari Dzat yang satu, yaitu Allah SWT. di samping itu manusia juga
diciptakan dari “asal” yang satu, yaitu tanah.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah”. (QS.
Al-Mukminun: 12).
“…..Iblis berkata : Aku lebih baik dari
padanya, karena Engkau ciptakan aku dari Api, sedangkan dia Engkau ciptakan dia
dari tanah”. QS. Shaad: 38).
Pemikiran demikian harus membawa pada
pemahaman, bahwa di dunia ini hakekatnya adalah sama, perbedaan itu hanya
terletak pada simbolik-formal semata. Tidak ada yang lebih tinggi dan mulya
derajatnya antara satu dengan yang lain. Karena sesungguhnya ukuran ketinggian
dan kemulyaan manusia derajat bergantung pada kualitas hidup di dunia ini.
Pemahaman kepada Tauhid yang demikian membawa
pada; Pertama, keyakinan seperti itu merupakan keyakinan yang berdimensi
transendental dan humanis yang mengarahkan pada proses kesadaran hidup yang
berkemanusian. Kedua, Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak,
melandasi, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam
hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka,
konsekwensinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus mampu melarutkan dan
meneteskan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan serta tersosialisasikan
merambah sekelilingya. Ketiga, Dalam memahami dan mewujudkannya, pergerakan
telah memiliki ahlussunah waljama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan
keyakinan itu.
2.
Hubungan
Manusia dengan Allah
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia
menciptakan manusia sebaik-baik kejadian dan menganugrahkan kedudukan terhormat
kepada manusia dihadapan ciptaan-Nya yang lain.
“Sesungguhnya telah Aku Ciptakan manusia
dalam bentuk yang terbaik”. (QS. Al-Thiin: 4).
"Dan sesengguhnya
telah aku muliakan anak adam; aku tanggung mereka dalam darat dan laut; aku
anugrahi mereka rizki yang bagus-bagus; dan aku telah mengutamakan mereka
melebihi ciptaan-ciptaan-ku dengan sebenar-benarnya kemuliaan" (QS. Al-Isra’: 70).
Dalam proses penciptaan tersebut terdapat dua
hal yang harus diemban oleh manusia di dunia ini.
Pertama,
manusia sebagai hamba Allah yang harus tunduk atas segala bentuk ketentuan
Allah yang disampaikan melalui Rasul-Nya. Sebagai “hamba” manusia tidak punya
hak untuk mempertanyakan apalagi mengingkari titah Tuhan tersebut. Bagi manusia
hanya punya kewajiban untuk menjalankannya. Dalam hubungannya dengan Tuhan,
manusia menempati posisi sebagai ciptaan, dan Tuhan sebagai pencipta. Posisi
ini memiliki konsekwensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh dengan
segala totalitas kepada Allah SWT. Pengingkaran manusia dalam penghambaan diri
kepada Allah akan mengakibatkan penghambaan diri pada hawa nafsunya.
“Dan tiadalah Aku ciptakan manusia dan
Jin kecuali hanya untuk tunduk dan patuh”. (QS.
Al-Dzariyat: 56).]
Kedua, manusia sebagai khalifah yang mengemban mandat yang
diberikan Allah SWT kepadanya untuk mewujudkan kemakmuran hidup di muka bumi,
bukan untuk menghancurkannya.
“Dan ketika Tuhan berkata kepada
para malaikat : sesungguhnya Aku jadikan di muka bumi ini seorang kahlifah. Maka
para malaikat bertanya : apakah Engkau menciptakan manusia itu justru akan
terjadi keruskan dan pertumpahan darah ?, sedangkan kami selalu bertasbih
kepada-Mu dan memuji-Mu, mensucikan-Mu. Allah berkata : sesungguhnya aku lebih
tahu apa yang tidak kamu ketahui”. (QS.
Al-Baqarah: 30).
Kekuasaan yang diberikan kepada manusia iu
bersifat kreatif yang memungkinkan dia mengola serta mendayagunakan segala
sesuatu di bumi untuk kepentingan manusia. Sebagai wakil Tuhan, maka Tuhan
mengajarkan kepada manusia kebenaran-kebenaran dalam segala ciptaan-Nya, dan
melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum kebenaran yang
terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta
melakukan rekayasa baru dalam alam kebudayaan. Sebagai khalifah manusia diberi
wewenng berupa kebebasan atau kemerdekaan memilih dan menentukan, sehingga
dengan kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan atau
kemerdekaan manusia disebabkan karena kedudukannya untuk memimpin, sehingga
pemimpin tidak tunduk kepada siapapun disekelilingnya, kecuali kepada yang
memberi kepemimpinan. Karena itu, kebebasan atau kemerdekaan manusia sebagai
khalifah harus bertumpu pada landasan tauhid, sehingga kebebasan yang
dimilikinya tidak menjadikannya bertindak sewenang-wenang. Dengan kata lain,
kebebasan manusia adaah kebebasan yang bertanggung jawab.
“Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah
di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa
dirinya. Dan kekafiran orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak
lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”. (QS.
Fathir: 39).
Kedua kedudukan seperti itu ditandai dengan
pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah
yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba
Allah. Di samping itu kedua kedudukan harus dijalani secara seimbang, lurus,
dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain.
Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan
fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan
mengejawantahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus
dijalani dengan ikhlas. Artinya pola dijalani dengan mengharapkan keridloan
dari Allah. Sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalah
ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak
Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan kepada proses menjadi insan
yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti dan
niat ikhtiar, akn muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi,
kreatif, dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan
ketaqwaan dan tidak pernah pongah kepada Allah.
Dengan karunia Akal, manusia berpikir,
merenungkan tentang ke-Mahakuasaan-Nya, yakni kemahaan yang tidak tertandingi
oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi
positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi ke-Maha-an-Nya itu. Sebab
dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah, yakni fitrah suci yang selalu
memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika
manusia melakukan sujud dan dzikir kepada-Nya, berarti manusia tengah menjalani
fungsi al-Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada
tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar-Rahman dan
ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk
mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi al-Ghoniyyu. Demikian
pula, dengan peran ke-Maha-an Allah yang lain, as-Salam, al-Mu’min, dan
sebagainya.
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia
diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling
disukai. Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang
setimpal dan sesuai dengan apa yang diupayakan. Karenanya manusia dituntut
untuk selalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik
secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks ditengah-tengah
kehidupan alam dan kerumunan masyarakat. Sekalipun didalam diri manusia
dikaruniai “kemerdekaan” sebagai essensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya,
namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab
perputaran itu semata-mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang
Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Semua alam semesta selalu tunduk pada
sunnah-Nya, pada keharusan universal atau taqdir. Jadi manusia bebas berbuat
dan berusaha (ikhtiar) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi
muslim atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin. Manusia harus
berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil jerih
payah dan karyanya. Keterbatasan-keterbatasan manusia harus untuk disadari.
Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus
dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak
fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan
lapang dada, qona’ah (menerima) karena
disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan
harus disertai dengan sikap tawakkal kepada-Nya.
3.
Hubungan
Manusia dengan Manusia
Kenyataan
bahwa Allah meniupkan ruh-Nya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa
manusia berkedudukan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah. Kesadaran moral dan
keberaniannya untuk memikul tanggung jawab dan amanat dari Allah yang disertai
dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya. Memahami ketinggian
eksistensi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, manusia mempunyai kedudukan
yang sama antara yang satu dengan lainnya. Sebagai warga dunia, manusia harus
berjuang dan menunjukkan peran yang dicita-citakan.
Tidak
ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya, kecuali ketaqwaanya.
“Wahai manusia, sesungguhnya telah Aku ciptakan engkau
dari laki-laki dan perempuan, dan telah Aku jadikan engkau berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku hanyalah untuk saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya
manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang berqtawa. (QS. Al-Hujurat: 13)
Setiap
manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri
seseorang tentang potensi kebaikannya, tetapi ada pula yang terlalu menonjol
potensi kelemahannya. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong,
saling menghormati, bekerja sama, menasehati, dan saling mengajak kepada
kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia
telah dan harus selalu mengembangkan potensinya untuk menanggap terhadap
kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan
kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian, maka
hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi,
dan sebagian dirubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan
manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai, sehingga budaya
yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut
dilestarikan, sedangkan budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.
Kerangka
bersikap tersebut mengisyaratkan adanya upaya bergerak secara dinamik dan
kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut memanfaatkan potensinya yang
telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru
manusia menyadari asal mulanya kejadian dan makna kehadirannya didunia.
Dengan
demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia
dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam berhubungan dengan Allah. Manusia dan alam
selaras dengan perkembangan kehidupan dan mengingat perkembangan suasana.
Memang manusia harus menegakkan iman, taqwa, dan amal sholeh guna mewujudkan
kehidupan yang baik dan penuh rahmat didunia. Didalam kehidupan dunia itu,
sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing,
bersederajat, berlaku adil, dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk itu
diperlukan usaha bersama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan,
komunikasi, dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus
menerus dilakukan sepanjang sejarah.
Melalui
pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara merupakan
kerelaan dan kesepakatan untuk bekerjasama serta berdampingan setara dan saling
pengertian. Bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dimaksudkan untuk
mewujudkan cita-cita bersama yakni hidup dalam kemajuan, keadilan,
kesejahteraan, dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan
hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan.
Sedangkan
hubungan antara muslim dan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia
dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran islam
sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini,
dibina hubungan dan kerjasama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan
bersama ummat manusia. (QS. Al-Baqarah: 213) kana al-nasu ummatan wahidan, fa
ba’atsa allahu al-nabiyyina mubasysyirina wa mundzirina, wa anzala ma’ahum
al-kitaba bi al-haqqi li yahkuma bayna al-nasi fi ma ikhtalafu fihi, wa ma
ikhtalafa fihi illa al-ladzina utuhu min ba’di ma ja’at hum al-bayyinatu
baghyan baynahum, fa hada allahu al-ladzina amanu lima ikhtalafu fihi min
al-haqqi bi idznih, wa allahu yahdi man yasaya’u ila shirotin mustaqimin.
Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan
antar insan pergerakan, persaudaraan sesama islam, persaudaraan sesama warga
negara dan persaudaraan sesama ummat manusia. Perilaku persaudaraan ini, harus
menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan kemanfaatan
maksimal untuk diri dan lingkungan sekitarnya.
4.
Hubungan
Manusia dengan Alam
Alam
semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya.
Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat, dan perbuatan Allah.
Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam.
Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah
menundukan alam bagi manusia, dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang
terjadi, maka manusia akan terjebak dalam
pengahambaan terhadap alam, bukan penghambaan terhadap Allah. Allah
mendudukan manusia sebagai khalifah. Sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi sebagai wahana dan
obyek bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya.
Perlakuan
manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan didunia
dan diarahkan kepada kebaikan di akherat. Disini berlaku upaya berkelanjutan
untuk mentransedentasikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akherat adalah
masa depan eskatologis yang tidak terelakan. Kehidupan akherat akan dicapai
dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal sholeh.
Kearah
semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya
cara-cara memanfaatkan alam,mamakmurkan bumi, dan menyelenggarakan kehidupan
pada umumnya juga harus berkesesuaian
dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut.
Cara-cara itu dilakukan dengan mencukupi kebutuhkan dasar dalam kehidupan
bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin
kebutuhan manusia terhadap pekerjaan, nafkah dan masa depan. Maka
jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk
kemakmuran bersama. Hidup bersama antar
manusia berarti hidup dalam kerjasama, tolong menolong dan tenggang rasa. Tapi
tidak jarang manusia dalam memanfaatkan alam itu secara berlebih-lebihan,
sehingga yang terjadi adalah kerusakan dengan memakan korban kemanusiaan dan
alam itu sendiri.
“Telah nyata kerusakan di darat dan laut ini, karena disebabkan oleh ulah tangan
manusia. Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus”. (QS.
Al-Rum: 41).
“…..dan berbuat
baiklah baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (QS.
Al-Qasas: 77).
Salah
satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka
memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia.
Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan
dan hukum tersendiri. Alam perlu didayagunakan
dengan tidak mengesampikan aspek pelestariannya.
Sumber
pengetahuan adalah Allah. Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada
pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh
ciptaan-Nya. Untuk mengetahui dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat
Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di
sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihat yang utuh terhadap
ayat-ayat Allah. Pengembangan pemahaman tersebut pada akhirnya tersistematis
dalam ilmu pengetahuan yang menghasilkan teknologi. Iptek itu merupakan
perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Iptek juga
menunjuk pada kebaharuan manusia yang terus
berubah. Penciptaan, pengembangan
dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika
manusia mengingkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama,
usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat
kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan kedamaian.
Semua
hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan
keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia
dapar menempatkan diri pada derajat yang tinggi.
ANALISA DIRI
Setiap manusia pada hakikatnya adalah pribadi yang unik dan memiliki potensi diri yang berbeda-beda. Dan hidup akan menjadi meaning full ketika dengan segala potensi yang ada dapat diejawantahkan dalam realitas kediriannya dan eksistensinya sebagai manusia. Bila Freud manyatakan bahwa kehidupan hanyalah pertarungan antara kesadaran dan ketidaksadaran makna yang patut dipertanyakan adalah dimanakah kita saat ini? Salah satu krisis terparah serta mengkhawatirkan saat ini adalah krisis konsep kedirian. Dan barang kali yang patut kita renuingkan pernyataan seorang Isa bahwa diri yang tercurahkan adalah diri yang dalam percepatan waktu tyerkecil selalu sadar akan diri dan sekitarnya. Hal yang penting kemudian adalah hidup manusiasesungguhnya bukan sekedarnya saja tetapi perlu kita yakini bahwa hidup sebagai sesuatu yang meaning full.
Tuesday, February 5, 2013
Musonnif (pengarang):
K.H. Muhammad Hasyim As`ari. Rois akbar jam`iah Nahdlotul
Ulama` dan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng Isi Kitab: Tentang apa itu as-sunnah
dan bid`ah. Masalah-masalah
esoterisme (seputar orang mati dan tanda-tanda hari kiamat), dan berisi
nasehat-nasehat.
Ikhtisar/deskripsi: Merupakan satu dari banyak kitab yang dikarang oleh pemimpin
besar Nahdlotul Ulama` dalam rangka menyelamatkan aqidah warga Nahdliyyin. Seperti kitab lainya qonun asasi, isi daripada kitab ini
merupakan ulasan lengkap tentang sunnah dan bid`ah —yang adalah inti diskursus
mengenai aswaja (perspektif pesantren), dengan pendekatan teks hadist. Misalnya,
hadist terkenal yang meramalkan pecahnya ummat Muhammad menjadi 73 golongan. Dalam
kitab ini K.H. Hasyim Asy`ari bermaksud meluruskan kesesatan pemahaman tentang
terma “sunnah” dan “bid`ah” yang banyak diserang dari segolongan orang yang mengaku
dirinya pembaharu (para revivalis). Dengan slogan-slogan TBC-nya (takhayaul,
bid`ah, k©hurafat) mereka meng`olok-olok aqidah ahlussunnah wal jama`ah dengan
mengatakan bahwa ziarah qubur, tahlil, baca yasin untuk orang mati, qondangan, adalah bagian dari kesesatan
(syirik) dan penyelewengan ubudiah yang tidak berdasar.
Dari keseluruhan isi kitab, mungkin yang harus diberikan
porsi pemahaman dengan sejelas-jelasnya adalah mengenai sunnah dan bid`ah,
terlebih setelah konsep as-sunnah dan bid`ah ini bersentuhan dengan tradisi
kebudayaan lokal jawa, sehingga mampu menjadi Islam yang khas Indonesia. Definisi
sunnah misalnya, pengarang kitab menerangkan sebagai berikut: Sunnah miturut
lughot berarti adalah jalan—meskipun sebuah jalan yang tidak diridloi. Sedangkan
menurut makna istilah adalah sebuah jalan—yang diridloi, yang ditempuhi oleh
rosulullah dan selain rosulullah (sahabat, tabi`in, salafus sholih) dalam
urusan agama. Sebagai catatan, maka harus dibedakan mana persoalan agama dan
mana bab tentang kebudayaan. Sebagaimana sabda nabi, “Pegang teguhlah sunnahku (baca: tradisi atau tingkah laku) dan
sunnah-sunnah para penggantiku yang telah menadapatkan petunjuk semuanya”. Lawan dari sunnah adalah bid`ah.
Adapun bid`ah adalah (dengan mengutip pendapat Syeikh Zaruq
dalam kitab `Iddatul Murid) memunculkan
atau meng`ada-adakan persoalan baru—yang tidak ada pada zaman rosulullah—dalam
urusan agama, kesanya persoalan tersebut adalah bagian daripada agama, padahal
tidak. Supaya lebih jelas, biasanya bid`ah dapat dibedakan menjadi bid`ah
hasanah dan bid`ah sayyiah. Lebih terinci lagi, Imam Ibnu Abdu as-Salam membagi
bi`ah menjadi lima: (1) Wajib, seperti belajar ilmu nahwu demi pemahaman atas
al-Qur`an, (2) sunnah, (3) haram, seperti madzhab Qodariah/jabbariah/Mujasamah,
(4) mandub, seperti mendirikan pondok/madrasah, (5) mubah, seperti salaman
setelah sholat.
Mbah Yai Hasyim As`ari membagi isi kitab dalam beberapa
fasl, terdapat sepuluh bab. Secara berurut sepuluh bab itu adalah: (1) tentang
sunnah dan bid`ah; (2) tentang pegangan muslimin penghuni jawa atas madzhab
ahlussunnah wal jama`aah, dan awal kemunculan bid`ah dan penyebaranya di tanah
jawa, dan ragam bid`ah yang ditemukan pada zaman sekarang; (3) tentang
garis-jalan salaf sholih, apa yang dimaksud dengan “as-sawad al-`a`dhom”, dan
pentingnya meneguhi salah satu dari empat madzhab; (4)tentang wajibnya taqlid
teruntuk orang yang belum mampu berijtihad; (5) tentang keharusan berhati-hati
dalam beragama dan mengambil ilmu, takut akan fitnah yang dibawa oleh ahli
bid`ah dan orang munafiq dan para imam sesat; (6) tentang teks hadist dan atsar
yang menerangkan tentang dihilangkanya ilmu dan turunya kebodohan, pengingat
dan pemberitahuan nabi S.A.W. atas perkara yang datang belakangan adalah jelek
dan bahwa ummatnya akan mengikuti perkara baru yang bid`ah dan mengikut hawa
nafsu, dan sesungguhnya agama hanya tertentu (seakan barang antic) untuk
sebagian orang; (7) tentang mengalirnya dosa atas orang yang mengajak kepada
kesesatan; (8) tentang perpecahan ummat Muhammad menjadi tujuh puluh tiga
golongan, penjelasan tentang golongan yang sesat, dan penjelasan tentang
golongan yang selamat yaitu ahlussunnah wal jama`ah; (9) tentang tanda-tanda
datangnya hari kiamat; (10) tentang teks hadist atas mendengarnya orang yang
sudah mati atas pembicaraan orang hidup, pengetahuan orang mati atas siapa yang
memandikanya, membawanya, dan yang menaruhnya di kubur, hidup dan kembalinya
ruh ke jasad.
Dari sepuluh fasl tersebut, bab nomor dua oleh musonnif dibahas secara berlebih. Dijelaskan: Pada awalnya kaum muslim di tanah
jawa adalah golongan yang satu, satu kata sepakat dalam pemikiran dan
bermadzhab, satu sepakat dalam mengambil dalil dan rujukan, untuk urusan fiqih
semua muslimin mengambil madzhabnya Imam Muhammad bid Idris, dalam persoalan
aqidah (usulul ad-din) mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy`ari, dan tasawwuf kepada
Imam Ghozali atau Imam Abu hasan as-Syadzili. Hanya belakangan kemudian banyak
bermunculan pemikiran baru.
Tahun 1330 hijriah adalah awal dari ditandainya periode
perpecahan itu, telah nampak golongan lain yang berbeda, perbedaan-perbedaan
pendapat, satu diantara yang lainya saling tarik menarik. Bahkan sampai berani
mengkufurkan dan mengolok dengan tuduhan sesat dan bid`ah. Sebagian golongan
itu terdapat orang-orang yang mengambil pemikiranya dari Muhammad bin Abdul
Wahab dan Rosyid Ridha, mengambil ‘bid`ah’nya Muhammad bid Abdul Wahab
an-Najdi, dan Ahmad Ibnu Taimiah dan dua
muridnya Ibnu Qoyyim dan Ibnu Abdul Hadi. Mereka semua merupakan orang-orang
yang mengharamkan perkara dimana para muslim (generasi awal) kebanyakan
menganggap sunnah perkara tersebut, seperti perihal ziarah qubur.
Dan masih banyak hal lain yang belum disampaikan dalam
ringkasan ini, yang dibahas oleh K.H Hasyim Asy`ari.
Sy. Ibnu Syihab.
Monday, January 28, 2013
Dalam
kajian kali ini,pembahasannya mengenai SPO(strategi Pengembangan Organisasi)
yang menjadi obyek pembahasannya adalah
organisasi intra kampus yang ada di stitaf yaitu DEMA,di mulai dari sejarah
singkatnya,bahwa nama DEMA tidak begitu saja muncul karena pada tahun 2005-2006
nama organisasi di kampus stitaf itu masih menggunakan nama SEMA dan nama DEMA
itu sendiri muncul pada tahun 2006-2007 hingga sampai saat ini dan pada saat
itu masa kepemimpinan kakak abid yang saat ini menjadi nara sumber pada
pelatihan leadership pada kesempatan kali ini.Adapun kenapa pergantian nama itu
di lakukan??dari kak abid sendiri menjabarkan secara singkat dan lugas bahwa
SEMA itu merupakan system kuno di tambah juga pada saat itu mahasiswa yang ada
di stitaf berparadigma layaknya seorang siswa yang mana gerak-gerik dari dosen
tidak ada tentangan sedikitpun dari mahasiswa,padahal seorang mahasiswa
seharusnya sudah mempunyai pendirian sendiri dalam menerima sebuah kebijakan
bukan hanya di atur oleh kebijakan orang lain seperti saat masih sekolah
jadi beliau punya inisiatif untuk meruntuhkan paradigm seperti itu dengan
memeperbarui system baru dalam organisasi intra kampus stitaf yaitu dengan
mengganti namanya dengan DEMA,jadi secara garis besar beliau merupakan pendiri
dan presiden pertama dalam kerajaan DEMA yang hingga saat ini tongkat estafet
kepemimpinan di pegang oleh sahabat shoim asyhari.semoga apa yang di harapkan
dari kak abid bisa terus berlanjut dan di pertahankan oleh pemimpin-pemimpin
DEMA saat ini dan di masa mendatang..amin
Saya hanya
akan meringkas apa yang saya baca saat pelatihan hari ini,kata pertama yang
keluar dari kak abid seperti ini:perpustakaan??kualitas
dosen??pertanyaan yang menjadi dasar paradigma dalam mengembangkan intelektual
seorang maasiswa.jadi bisa di tarik kesimpulan dari dua factor itu bisa di katakana
menjadi kualitas seorang mahasiswa yang ada di kampus,di mulai dari
perpustakaan.sudahkah tempat refrensi itu bisa memenuhi kebutuhan para
mahasiswa yang benar-benar terbentuknya karakter dan daya kritisnya di saat dia
membaca.di lanjutkan dari kualitas dosen??akankah sudah mumpuni menjadi
pengajar serta pembimbing bagi para pemuda yang memiliki tongkat bangsa di
ketua tangannya.saya kira inilah sedikit problem yang ada dalam kampus stitaf.
Setelah
problem di atas harusnya menjadi acuan para mahasiswa untuk menalar
kebijakan-kebijakan yang ada di kampus khususnya untuk kinerja para pengurus DEMA
yang mana dari kritikan beliau DEMA itu seakan-akan berada dalam bayang-bayang ketua
3 dengan kebutuhan dema butuh dengan ketua 3 bukan ketua 3 yang membutuhkan
DEMA seperti halnya mahasiswa yang kurang akan prinsip dengan seorang mahasiswa
seakan-akan membutuhkan kampus bukan kampusnya yang membutuhkan kita sebagai
mahasiswa.Bisa di buka sedikit untuk menalarnya.Sekarang UKM yang di hapus pada
2006 tapi karena alasan dari dosen,UKM malah di gunakan kembali adapun
alasannya seperti ini:1.untuk mengetaui nilai padahal subtansi yang ada pada
UKM itu sama pada UAS ataupun UTS dengan pola yang sama yaitu dari pembayaran.dengan
kata lain subtansi itu bertumpu pada kenyataan subtansi keutungan yang di dapat
dari pembayaran padahal apa yang ada susgguhlah kurang,mulai dari fasilitas
kita masih minim,dosen kurang berkualitas,DLL.
Bisa di ambil
contoh,Pada zamannya kak abid soal penolakan UKM,beliai menggerakan semua
smester untuk mogok karena di rasa UKM hanya membuang uang tanpa kualitas
ataupun kuantitaf kampus yang memadai.di sinilah kita sebagai DEMA harus lebih
bisa menganalisa keadaan kampus yang real dan benar-benar real.jadi
perkembangan ini di mulai dengan dalam kampus lewat kebijakan-kebijakan yang
dengan alimnya kita terima,khususnya bisa dengan menganalisa badget.
STITAF itu
butuh mahasiswa bukan malah sebaliknya,pradigma ini yang harus di pegang teguh
dan menyebar pada mahasiswa-mahasiwa lain,lah anjuran dari beliau harus belajar
dari kampus lain sebelum membahas perkembangan organisasi dari luar kalau dari
dalam dulu..organisasi stitaf untuk mengembangkannya lewat organisasi dari
wilayah sekaran,maduran,atau sekitarnya dengan cara mengembangkan informasi
dengan organisasi-organisasi sekitar daerah stifaf ini jika ingin bisa di kenal
luas dan kalaupun mau di kenal di kalangan dosen lewat 2 model yaitu baiklah
dengan sebaik-baiknya dan sebaliknya dengan artian jangan takut dengan resiko
apa yang akan di berikan dosen terhadap sikap yang akan kita ambil karena
haruslah paradigm itu di rubah dari kampus yang membutuhkan kita(mahasiswa).contohnya
menggerakan dari 50 anak untuk merubah system di kampus yang sangatlah minim
dan menjadi mahasiswa yang sesungguhnya dan dema yang benar-benar menjadi badan
elit di dalam kampus stitaf.
“bukalah dialetika kita yang tidak hanya
berada dan angkrem di kampus sendiri saja”inilah yang sangat di harapkan
oleh kak abid.
Di kampus ada
PMII,lah jaringan sangatlah perlu dengan berkomunikasi dengan organisasi
lain.karena pada akhirnya semua ini benar-benar sangat di perlukan untuk
mengembangkan sayap kita agar tidak bingung saat kita membutuhkan pada waktu
nanti untuk masuk dalam sebuah lembaga dan dema pun seperti itu karena untuk
melebarkan sayap.dari beliau dengan banyak jaringan akan memperkaya kazanah
akal fikir(logika) dan membanyak kesempatan serta peluang sedangkan dari agama
itu mempererat tali silaturrahmi antar umat.
Support boking
jaringan,dengan membangun informasi dari sekitar wilayah terus melebar dan
seterusnya.tapi problem kita sekarang ini itu MALESSSS !!!!
PERTANYAAN
1.Bagaimana untuk menggairahkan mahasiswa
untuk mengikuti kegiatan dalam atau luar kampus?
a.situasi dan kondisi,dengan apa yang di harapkan teman2 dengan sebuah
pencapaian(kerepe arek2 opo?)dengan pemetaan yang di buat seorang presma untuk
turun ke per semester
b.mendesain untuk merangsang dari apa yang di harapkan para maasiswa
c.hingga bisa merubah paradigm para mahasiswa yang cupu atau tidak memperdulikan
tentang paradigm mahasiswa
sesungguhnya
Dengan intinya pengurus DEMA haruslah kreatif
!membaca setiap poin di atas untuk menarik mahasiswa pada jalur intelektual
seorang mahasiswa yang kritis yang tercanangkan dalam visi misi presma dan
sekjen sekarang ini.dari awal sederhana tapi menjadi mesin inti yang
menggerakkan perangkat-perangkat lain dari maasiswa 1 menjadi virus untuk
mahasiswa lain.kembali lagi dimana paradigma kampus yang di butuhkan mahasiswa
dari mahasiswa yang di butuhkan kampus.
2.Apakah cita-cita kita?
Apapun itu,kita harus focus pada apa yang kita
inginkan dan juga kita akan lebih mudah mendapatkan cita-cita itu,bisa kita
memulai dengan membuat planning-planing untuk mempersiapkan sebua cita-cita.
Saturday, January 19, 2013
Pergerakan
mahasiswa islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan
dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi pergerakan
mahasiswa islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para
mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang beridiologi
ahlussunnah wal jamaah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dat
dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII.
1. Carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2. Tidak menentunya system pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang bergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang notabene HMI adalah undebouwnya.
Hal-hal
tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat
dikalangan intelektua-intekektual muda NU untuk mendirikan organisasi
sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi
mahasiswa-mahasiswa yang berkultur NU. Disarming itu juga ada hasrat
yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi
mahasiswa yang berediologi ahlussunnah wal jamaah.
Proses berdirinya
Proses kelahiran PMII terkait dengan perjalanan Ikatan elajar Nahdlatul Ulama (INPU), yang lahir pada
24 februari 1954, dan bertujuan untuk mewadahi dan mendidik kader-kader
NU demi meneruskan perjuangan NU namun dengan pertimbangan aspek
psikologis dan intelektualitas. Para mahasiswa NU menginginkan sebuah
wadah tersendiri. Sehingga berdirilah ikatan mahasiswa Nahdhatul Ulama
(IMANU) pada desember 1955 di Jakarta, yang diprakarsai oleh beberaa
pimpinan pusat IPNU, diantaranya Tolchah Mansur, Ismail Maky, dll.
Namun
akhirnya IMANU tidak berumur panjang, karena PBNU tidak mengakui
keberadaannya. Hal itu cukup beralasan mengingat pada saat itu baru saja
dibentuk IPNU pada tanggal 24 Februari 1954,apa jadinya kalu bayi yang
baru lahir belum mampu merangkak dengan baik sudah menyusul bayi baru
yang minta diurus dan dirawat dengan baik lagi.
Dibubarkannya
IMANU tidak membuat semangat mahasiswa NU menjadi luntur, akan tetapi
semakin mengobarkan semangat untuk memperjuangkanerebon 27-31 Desember
1958, diambilah langkah komromi
oleh BNU dengan mendirikian Deartemen Perguruan Tinggi IPNU untuk
menampung aspirasi Mahasiswa NU namun setelah disadari bahwa departemen
tersebut tidak efektif, serta tidak cukup kuat menampung aspirasi
mahasiswa NU (Sepak terjang kebijakan masih harus terikat denga
structural PP IPNU), akhirnya pada konverensi besar IPNU 14-17 Maret
1960 di Kaliurang Jogjakarta, melahirkan keputusan “perlunya didirikan
suatu organisasi mahasiswa secara khusus bagi mahasiswa Nahdliyin”.
Dibentuk panitia yang terdiri dari 13 orang dengan waktu 1 bulan dan
tempatnya di Surabaya gedung Madrasah Mualimin Wonokromo Surabaya (YPP
Khadijah sekarang /secretariat PC PMII Surabaya sekarang) pada tanggal
14-16 April 1960. Ke-13 orang tersebut adalah:
1. Cholid Mawardi (Jakarta) 8. Hilman (bandung)
2. Said Budairi (Jakarta) 9. Laily Mansur (surakarta)
3. M sobich ubaid (jakarta) 10. Munsif Nahrawi (yogyakarta)
4. M makmun syukri BA (bandung) 11. Nuril Huda Suaidy (surakarta)
5. H ismail makky (Yogyakarta) 12. M Cholid Narbuko (malang)
6. Abd wahab jailani (semarang) 13. Ahmad Husain (makasar)
7. Hisbullah huda (surabaya)
Sebelum
melakukan musyawarah mahasiswa nahdliyin 3dari 13 orang tersebut (yaitu
Hisbullah huda, Said Budairy, dan M Makmun Syukri BA) tanggal 19 maret
1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap ketua tadfidziah PBNU, KH. Dr.
Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pedoman pokok. Pada
pertemuan dengan PBNU pada
tanggal 24 maret 1960 ketua PBNU menekankan hendaknya organisasi yang
akan di bentuk itu benar-benar dapat di andalkan sebagai kader partai NU
dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk di amalkan bagi
kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu.
Adapun musyawarah di kaliurang tersebut akhirnya menghasilkan keputusan :
1. Berdirinya organisasi Nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama ergerakan Mhasiswa Islam Indonesia.
2. Penyusunan
peraturan dasar PMII yang dalam mukodimahnya jelas dinyatakan bahwa
PMII merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU-IPPNU.
3. Persidangan
dalam musyawaroh Mahasiswa Nahdliyin itu dimulai tanggal 14-16 April
1960, sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 syawal 1379 H atau bertepatan pada tanggal 17 April 1960 sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 Aril 1960.
4. Memutuskan membentuk tiga
orang formatur yaitu Haji Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A Cholid
Mawardi sebagai ketua 1, dan M Said Budairy sebagai sekretaris umum PB
PMII, susuna pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun
secara lengkap pada bulan Mei 1960.
Sejarah perkembangan
Orda lama (1960-1965)
Dalam
waktu yang relatif singkat, PMII mampu berkembang pesat sampai berhasil
mendirikan 13 cabang yang terbesar di berbagai pelosok indonesia karena
pengaruh besar NU. Dalam perkembangannya PMII juga terlibat aktiv, baik
dalam pergulatan po;otik serta dinamika perkembangan kehidupan
mahasiswa dan keagamaan di indonesia (1960-1965).
Pada
16 Desember 1960 PMII masuk dalam PPMI dan mengikuti kongre IV PPMI (5
Juli 1961) di yogyakarta sebagai pertama kalinya PMII mengikuti kongres
federasi organisasi ekstra universitas. Peran PMII tidak terbatas
dida;am negri saja, tetapi juga terlibat dalam perkembangan
duniainternasional. Terbukti pada bulan september 1960, PMII ikut
berperan dalam konferensi Panitia Forum Pemuda Sedunia (Konstituen
Meeting of Youth Forum) di Moscow, Uni Soviet. Tahun 1962 menghadiri
seminar World Assembly of Youth (WAY) di kuala Lumpur, Malaysia Festifal
Pemuda Sedunia di Helsinki, irlandia dan seminar General Unionof
Palestina Student (GUPS) di kairo Mesir.
Di
dalam negri, PMII melibatkan diri terhadap persoalan politik dan
kenegaraan, terbukti pada tanggal 25 Oktober 1965, berawal dari undangan
Mentri Perguruan Tinggi Syarif Thoyyib kepada berbagai aktifis
mahasiswa untuk membicarakan situasi nasional saat itu, sehingga dalam
ujung pertemuan disepakati terbentuknya KAMI (kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) yang terdiri dari PMII, HMI, dan GERMAHI yang dimaksudkan
untuk menggalang kekuatan mahasiswa indonesia dalam melawan rongrongan
dan meluruskan penyelawengan yang terjadi. Sahabat Zamroni sebagai wakil
dari PMII dipercaya sebagai ketua Presidium, dengan keberadaan tokoh
PMII diposisi strategis menjadi bukti diakuinya komitmen dan kapabilitas
PMII untuk semakin pro aktif dalam menggelorakan semangat juang demi kemajuan dan kejayaan indonesia.
Usaha
konkrit dari KAMI yaitu mengajukan TRITURA dikarenakan persoalan
tersebut yang paling dominan menentukan arah perjalanan bangsa
indonesia. Puncak aksi yang dilakukan KAMI adalah penumbangan Rezim Orde
lama yang kemudian melahirkan Orde baru.
Orde Baru (1965-1998)
Pmii tetap melakukan gerakan-gerakan moral terhadap kasus dan penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa sejak orde baru
Harus
diakui bahwa sejarah paling besar dalam PMII adalah ketika digunakan
oleh independensi dalam deklarasi Mumajati, 14 Juli 1972 dalam
MUBES III tersebut dilakukan rekonstruksi perjalanan PMII selama 12
tahun analisa untung rugi ketika PMII tetap bergabung (dependen) pada
induknya (NU), namun setelah itu pertimbangan tidak jauh dari proses
pendewsaan. PMII sebagai organisasi kepemudaan ingin lebih eksis di mata
bangsanya. Hal ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang
melatar belakangi independensi PMII tersebut:
· Butir
pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan
insan indonesia yang bebbudi luhur, takwa kepada Allah, berilmu dan
bertanggung jawab, serta cakapdalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.
· Butir
kedua, PMII sebagai organisasi Pemuda Indonesia, sadar akan peranannya
untuk ikut bertanggung jawabbagi keberhasilan bangsa untuk dinikmati
oleh rakyat.
· Butir
ketiga, PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan
idialisme sesuai denga idialisme Tawang Mangu, menuntut berkembangnya
sifat-sifat kreatif, sikap keterbukaan dan pembinaan ras dan tanggung
jawab.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, PMII menyatakan diri sebagai organisasi
independen, tidak terikat baik sikap maupun tindakan dengan siapapun,
dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan
nasional yang berlandaskan pancasila.
Sampai
disini belum dijumpai adanya motif lain dari independensi itu kecuali
proses pendewasaan. Hal ini didukung oleh manifesto butir terahir yang
,menyatakan bahwa dengan independensi PMII tersedia adanya
kemungkinan-kemungkinan alternatif yang lebih lengkap lagi bagi
cita-cita perjuangan organisasi yang berdasarkan islam yang Ahlussunnah
wal Jamaah.