Monday, January 8, 2018

kuning kopyahmu - biru sarungmu


Berpeci dan bersarung, itu salah satu ciri khas seorang santri. Biasanya kemanapun asesoris peci dan sarungnya biasa menghiasi aktifitas para santri. Namun saya tidak akan membahas tipologi santri. Namun hal yang akan saya sesuaikan dengan judul adalah bagaimana gerakan dari aktifis pesantren yang notabennya juga menjadi kader PMII. Karena menjadi ciri khas sendiri ketika satu komisariat ini berada pada letak geografis pesantren. Namun disatu sisi menjadi corak yang tidak terelakkan dalam permasalahan sistem penataan kaderisasi di komisariat. Kadang anggota dan kader PMII di pesantren ini sangat terkendala situasi yang tidak bisa bergerak leluasa seperti layaknya aktifis PMII lainnya. Namun kadang kala bisa mengkombinasikannya dalam cara gerak PMII yang ada di lingkup pesantren. Pada hal tersebut apakah itu menjadi suatu kendala berPMII atau menjadi satu motivasi yang kuat untuk mewarnai PMII dan kenapa saya harus mengangkat santri. selanjutnya akan saya jabarkan secara singkat dan sedikit membuka nalar kita santri pergerakan itu bagaimana.

Dari bahasa sederhana dan pengamatan langsung dari setiap masa di komisariat yang saya ikuti, selain karena memang komisariat ini ada di jalur lokasi pesantren/ wilayah pesantren, serta sebagian besar kadernya juga santri dan alumni pesantren. Maka dari itu juga yang membuat saya ingin menganalogikan santri pergerakan di komisariat STIT Al - Fattah itu bagaimana. Walaupun anggota dan kadernya tidak hanya dari pesantren namun ada corak unik tersendiri jika kader itu dari pesantren atau minimal alumni berapa bulan lah.

Dari segi aktifitas di pesantren kader ini jelas akan lebih banyak sibuk menimba ilmu di pondok. Karena ketika di pondok jelas manual kegiatan sehari-hari adalah ngaji dari pagi - malam, mungkin yang sudah kuliah ada keringanan kegiatan. Dan juga ada yang sambil ngabdi di Ndalem, jadi jelas dengan aktifitas yang ada akan ada dampak keaktifan di komisariat. Mungkin akan seringnya izin dari kegiatan, bahkan ada urgensi kegiatan bisa tidak hadir. Sehingga ini menjadi tantangan kader tersebut. Namun pada lain hal mungkin ini menjadi satu motivasi besar akan sebuah keadaan tidak menghalangi maksud dan tujuan mulia dalam ber-PMII. Karena kaderisasi tidaklah lah monoton dan memaksakan. Proses belajar adalah pengabdian terbesar manusia dalam meneguhkan keimanan. Jadi apa yang harus dilakukan dan dimaksimalkan dari kader pesantren adalah mengamalkan ilmu dan membagi ilmu serta waktunya. Berhubung memang kita ini dari NU, jelas tradisi NU masihlah melekat dalam setiap aktifitas sahabat PMII. Mulai kajian ke-Islaman dan kegiatan rutin malam jum'at. Dalam hal ini posisi seorang santri pergerakan sangat penting. Menempatkan posisi kaderisasi di PMII sebagai seorang agamis. Karena mungkin masih aktif di pondok, jelas soal keilmuan agama lebih mumpuni daripada kader lain yang tidak pernah mondok atau sudah alumni. contoh dengan kegiatan yang pernah dilakasanakn komisariat ketika mengadakan ngaji posoan. Ini jelas peran seorang santri sebagai garda terdepan menembanya dan menyiramkan ilmu kitabnya ke sahabat PMII lain. Tidak harus kapan dimana kegiatan tersebut direalisasikan. Mereka bisa menempatkan pada situasi yang tidak saling tumpang tindih antara komisariat dan pondoknya. Selain itu bisa membantu dalam segi karya tulis yang bisa diposting diblog komisariat. Sehingga ruang kaderisasi bagi mereka sangat terbuka. Tidak harus berada di base cem seperti sahabat lain yang sampai menginap, tapi bisa memberikan karya geraknya dengan cara seperti yang sudah saya jelaskan tadi.

Jika ilmu itu bermanfaat maka satu cara adalah membaginya dengan pengamalan-pengamalan yang sudah di dapat ketika berada di pesantren. Entah itu kajian kitab kuning atau kajian-kajian keagamaan lainnya. Karena corak seorang nahdliyin selain budaya yasin tahlil dan lain-lain, adalah salah satunya seorang santri. Sebagai satu wujudnya tersebut, PMII memang harus memiliki kader dari santri. Karena keagamaan yang kuat memang sangat bisa didapat di pondok. Pengabdian yang tinggi juga sudah terimplemnetasikan ketika mengabdikan raga dan akalnya pada ilmu dan kyainya. Maka tidak haruslah berkecil hati menjadi aktifis PMII pondok pesantren, karena pergerakan itu tidak menempatkan kita pada situasi yang melulu harus diratapi dan menimbulkan bakteri-bakteri hegemoni, pragmatis dan apatis. Sehingga akan memunculkan kalimat " maaf saya santri, saya lebih bisa mengabdikan diri di pondok ". lalu apakah santri tidak peduli dengan diluar itu. Inilah yang membuat banyak kaum radikalis menjamur. Karena kenyamaan dan sikap pragmatisnya para santri. Maka mejaga PMII dari gerakan itu juga membutuhkan kalian sebagai kader NU.

Kopiku memang tidak hangat, namun masih terasa mantap, karena aku nikmati dari seteguk air kopi yang masuk ketenggoroanku lalu sambil setelahnya rokok ini menghangatkan keadaan. dan sini mari kita bercengkrama bersama...dan kulayangkan kopyahku sambil menunduk sebagai tanda hormatku kalian wahai sahabat santri pergerkanku......



By : Santri pergerakan







No comments:

Post a Comment